EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mencatatkan penyaluran kredit senilai Rp 260,11 triliun sepanjang 2020. Dari jumlah itu, penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) senilai Rp 234,79 triliun atau naik 2,29 persen dibandingkan periode 2019 sebesar Rp 229,52 triliun. Pada tahun lalu KPR dominan 90,26 persen dari total kredit.
Jika dirinci, KPR subsidi melesat 8,63 persen menjadi Rp 120,72 triliun atau 46,41 persen dari total kredit dari tahun sebelumnya Rp 111,13 triliun atau 43,44 persen dari total kredit. Adapun KPR non-subsidi turun 0,88 persen menjadi Rp 79,94 triliun atau 30,73 persen dari total kredit dari tahun sebelumnya Rp 80,65 triliun atau 31,52 persen dari total kredit.
Selanjutnya kredit konstruksi KPR minus 9,56 persen menjadi Rp 27,87 triliun dari Rp 29,71 triliun. Sedangkan kredit non-KPR juga minus 3,70 persen menjadi Rp 25,33 triliun dari Rp 26,30 triliun.
Plt Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu mengatakan kredit rumah di bawah Rp 300 juta nonsubsidi masih peluang tumbuh. Diproyeksikan KPR tumbuh delapan persen pada akhir 2021.
"Kredit KPR sekarang sudah Rp 200 triliunan, KPR subsidi Rp 120 triliun, nonsubsidi Rp 79 triliun sampai 80 triliun, sedikit minus karena terutama KPR harga Rp 1 miliaran turun dan kredit pemilikan apartemen (KPA) turun," ujarnya saat konferensi pers virtual, Senin (15/2).
Dari sisi laba, Bank BTN membukukan laba bersih Rp 1,6 triliun pada 2020. Angka tersebut melesat 700 persen dibandingkan perolehan laba bersih 2019 sebesar Rp 200 miliar.
"Bisa dibilang, bukan hemat cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), tapi laba operasional pra-provisi atau sebelum pencadangan tumbuh, laba operasional tumbuh 400 persen. Nonhousing turun, tapi housing subsidi tumbuh 8,63 persen,” katanya.
Sepanjang 2020, perseroan menerapkan beberapa inisiatif strategi, pertama dari penerapan GCG yang mencolok di BTN dengan menerapkan whistle blower system, dikelola oleh pihak independen, berada di luar, dan ditunjuk oleh BTN dan komisaris.
"Sehingga kami bisa mendapatkan berita atau informasi atau penyimpangan yang terjadi pada BTN secara lebih cepat. Dari sistem ini ada yang tindaklanjuti jadi temuan audit,” ucapnya.
Kedua proses bisnis dilakukan proses operasional kredit konsumer. Adapun cara ini bisnis proses lebih sehat sebab kredit diputus dalam setahun terakhir 0,14 persen menunggak.
“Jika angka mengecil (kredit) maka kredit bermasalah (NPL) masa depan akan mengecil. Segmen komersial, kita lakukan sentralisasi proses kredit dan sudah mulai jalan pada 2020 di Bintaro. Dengan cara ini prosesnya lebih cepat, cutting the process,” ucapnya.
Ketiga penguatan permodalan, pada 2020. Perseroan menerbitkan subdebt atau obligasi subordinasi senilai 300 juta dolar AS atau 12 kali oversubscribed atau kelebihan permintaan.
“Waktu itu saya yakin tidak ada yang bisa mengulangi, begitu selesai dan duit masuk, yang subscribed 4,2 juta dolar AS. Setelah itu Covid-19. Ini jadi salah satu transaksi keuangan terbaik di Indonesia. Kualitas kredit lakukan penjualan Rp 167 miliar, kita akan dorong terus ke depannya."
Terakhir perseroan melakukan efisiensi proses. Perseroan mendorong transaksi digital kepada para nasabah.
“Kantor kas yang selama ini konvensional makin menurun, karena pindah ke digital. Efisiensi kita benar-benar turun tanpa harus melakukan PHK,” ucapnya.