EKBIS.CO, JAKARTA -- Perbankan syariah perlu eksplorasi dan lakukan sosialisasi produknya yang berbeda dari bank konvensional. Praktisi dan Akademisi Perbankan Syariah, Tika Arundina menyampaikan masih banyak produk potensial yang perlu diketahui pasar.
"Salah satu contohnya itu produk pembiayaan dengan akad mudharabah muqayyadah yang sangat menarik untuk dieksplorasi," katanya dalam Diskusi Virtual INDEF, Selasa (16/2).
Produk yang juga dikenal dengan Sharia Restricted Intermediary Account (SRIA) ini sangat sesuai dengan segala macam kondisi. Deposan dapat memilih sektor yang ingin didanai dengan tingkat risiko yang dibagi bersama.
Ia menyayangkan saat ini produk pembiayaan yang dimanfaatkan masih tidak seimbang. Dengan lebih banyak berkonsentrasi pada akad jual-beli. Padahal akad bagi hasil dapat menjadi unggulan. Risiko dan keuntungan dibagi secara adil.
Jika dikaitkan dengan masa pandemi saat ini, sektor kesehatan sangat butuh dukungan pembiayaan dan jadi sektor yang prospektif untuk investasi. Dengan SRIA, deposan dapat memilih untuk memberikan pembiayaan di industri tersebut.
"Produk ini tidak dimiliki oleh konvensional dan sangat prospektif," katanya.
Ekonom Syariah INDEF, Fauziah Rizki Yuniarti menambahkan, perbankan syariah memang perlu untuk menyeimbangkan portofolio pembiayaannya. Antara pembiayaan hutang atau murabahah dan profit loss sharing atau bagi hasil dengan akad musyarakah dan mudharabah.
Regulasi produk bagi hasil bisa berdasarkan rasio antara Bank Indonesia, bank syariah, dan nasabah. Juga bisa diatur berdasarkan minimum porsi pembiayaan mudharabah di bank-bank syariah.
"Inovasi produk sangat berperan penting, terutama jika kita ingin going global," katanya.
Pada 2022, Indonesia akan menjadi tuan rumah acara Konferensi Tingkat Tinggi G20. Bank syariah perlu menunjukkan kapasitasnya, salah satunya dengan variasi dan inovasi produk. Karena pasar global sangat besar, diantaranya 60 persen segmen unbanked di 57 negara Organisasi Kerja Sama Islam.