Kamis 25 Feb 2021 09:00 WIB

Sistem OSS Berbasis akan Diimplementasikan pada Juli

PP Nomor 5 Tahun 2021 akan jadi satu-satunya acuan dalam mengurus izin usaha.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Pemerintah telah menerbitkan 51 peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) yang telah diundangkan pada 2 Februari 2021. Adapun 51 peraturan pelaksana tersebut terdiri dari 47 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres).
Foto: ANTARA/Puspa Perwitasari
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Pemerintah telah menerbitkan 51 peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) yang telah diundangkan pada 2 Februari 2021. Adapun 51 peraturan pelaksana tersebut terdiri dari 47 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Pemerintah telah menerbitkan 51 peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) yang telah diundangkan pada 2 Februari 2021. Adapun 51 peraturan pelaksana tersebut terdiri dari 47 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres). 

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan, terdapat 4 peraturan pelaksana yang berkaitan langsung dengan perizinan. Aturan itu meliputi PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, PP Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah, PP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan K-UMKM, dan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Baca Juga

“PP Nomor 5 Tahun 2021 merupakan intisari dari UU CK. Sebab, PP ini mengatur tentang Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) sistem pengelolaan perizinan dalam Kementerian atau Lembaga (K/L) yang berbasis sistem Online Single Submission (OSS). Khusus PP Nomor 5 tersebut, kata dia, NSPK merupakan acuan tunggal bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan pelaku usaha. 

"Jadi tidak ada acuan lain dalam pengurusan perizinan berusaha,” ujar Bahlil pada konferensi pers secara virtual, Rabu (24/2).

Dalam PP Nomor 5 Tahun 2021, lanjutnya, diatur pula proses perizinan berusaha yang dilakukan dalam sistem OSS, wajib digunakan oleh K/L, Pemerintah Daerah, Administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan Bebas Perdagangan Bebas (BP KPBPB), serta pelaku usaha. “Ini merupakan jawaban terhadap keluh kesah pengusaha selama ini, yang mengatakan bahwa pengurusan izin lama, susah bertemu pejabat, biaya mahal, dan lambat," jelas Bahlil

Maka, sambungnya, pemerintah memangkas prosesnya. "Kita utamakan transparansi, kecepatan, kepastian, dan kemudahan. Syaratnya yang lengkap saja, sudah pasti jalan itu. Tidak perlu lagi ketemu si A, B, dan C,” jelas Bahlil.

Dalam kesempatan tersebut, Bahlil menyampaikan, sesuai kesepakatan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, sistem OSS berbasis risiko akan diimplementasikan pada Juli 2021. Hanya saja untuk masa uji coba dan penyesuaian, BKPM akan memulai implementasi pada April sampai Juni 2021 terlebih dahulu.

Proses perizinan berusaha berbasis risiko dibagi menjadi 4 jenis dengan masing-masing perizinan yang diperlukan. Meliputi risiko rendah, risiko menengah rendah, risiko menengah tinggi, dan risiko tinggi. Bahlil menuturkan, dalam sistem OSS tersebut telah mencakup 18 Kementerian/Lembaga dalam 16 sektor perizinan berusaha. 

“Jadi, kalau pengusaha mau buat travel haji atau umroh, sampai dengan perguruan tinggi, bisa di urus di OSS di BKPM. Jadi tidak semua K/L memiliki kewenangan memberikan perizinan berusaha. Hanya 18 K/L saja. Jadi hanya itu yang masuk dalam sistem OSS,” jelas Bahlil.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement