EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk berupaya menjaga kualitas kredit di tengah pandemi Covid-19. Tercatat sepanjang 2020, BRI menyalurkan kredit secara konsolidasian Rp 938,37 triliun atau naik 3,89 persen secara tahunan (yoy) dengan rasio nonperforming loan (NPL) gross terjaga level 2,99 persen.
Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto mengatakan, pencapaian tersebut menunjukkan, dalam situasi sulit pun kinerja intermediasi BRI masih berjalan dengan sangat baik.
“Portofolio kredit yang sehat merupakan salah satu faktor utama dalam menjaga keberlangsungan bisnis perbankan, khususnya di tengah kondisi perekonomian yang melambat karena dampak pandemi Covid-19,” ujarnya dalam keterangan resmi, Ahad (28/2).
Menurutnya, perseroan berupaya menjaga risiko dan keberlangsungan bisnis ke depan, BRI memiliki pencadangan kerugian kredit memadai dengan NPL coverage ratio di atas 200 persen. Adapun capaian tersebut tumbuh di atas industri, rasio NPL masih lebih baik dibandingkan kondisi industri perbankan di Indonesia pada periode yang sama sebesar 3,06 persen.
"NPL BRI masih sangat terjaga dan lebih baik dibanding tingkat rata-rata NPL industri perbankan sepanjang 2020. Hal ini menunjukkan kehati-hatian BRI dalam menyalurkan kredit yang selama pandemi dilakukan secara selektif. Selain itu, rasio NPL yang rendah juga menggambarkan besarnya kekuatan nasabah BRI yang mayoritas pelaku UMKM untuk menyelesaikan kewajibannya meski kondisi sulit terjadi akibat pandemi," ungkapnya.
Secara individual NPL BRI (gross) sepanjang 2020 sebesar 2,94 persen. Tercatat ada tiga segmen NPL terendah berasal dari segmen mikro sebesar 0,83 persen, segmen konsumer sebesar 1,49 persen, dan segmen kecil sebesar 3,61 persen.
“Tanpa penyaluran yang selektif dan ketat, kami tidak mungkin menorehkan angka NPL yang terjaga seperti saat ini, khusus segmen konsumer, rasio kredit bermasalah yang kecil juga mencerminkan debitur BRI cukup resilience dalam menghadapi situasi sulit seperti sekarang ini,” ucapnya.
BRI juga mengalokasikan biaya pencadangan (NPL Coverage) hingga 237,73 persen dari nilai total kredit bermasalah. Pencadangan yang memadai ini membuat laba perusahaan terkoreksi menjadi Rp 18,66 triliun pada akhir 2020.
“Kondisi ini sejalan dengan komitmen BRI yang tidak ingin memupuk laba terlampau besar di tengah masih tingginya ketidakpastian kondisi perekonomian yang diakibatkan pandemi,” ucapnya.