EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Human Capital & Legal PT Hutama Karya (Persero) Muhammad Fauzan mengatakan saat ini Hutama Karya tengah melakukan proses pencairan PMN Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 6,2 triliun yang telah tercantum dalam APBN Tahun Anggaran 2021.
"PMN ini akan digunakan untuk memenuhi sebagian porsi ekuitas dalam melanjutkan penugasan pengusahaan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS)," ujar Fauzan saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Senin (15/3).
Fauzan menyebut penugasan pengusahaan JTTS meliputi ruas Kuala Tanjung - Tebing Tinggi Parapat sebesar Rp 414 miliar, ruas Sigli Banda - Aceh sebesar Rp 3.092 miliar, dan ruas Lubuk Linggau - Curup - Bengkulu sebesar Rp 2.702 miliar. Kata Fauzan, Hutama Karya juga terus berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait dalam rangka memenuhi sisa kebutuhan pendanaan JTTS.
Selain dukungan dari pemerintah berupa Penyertaan Modal Negara (PMN), lanjut Fauzan, perusahaan juga telah melakukan berbagai alternatif pendanaan melalui creative financing sebagai langkah antisipasi diantaranya pendanaan perbankan nasional maupun multinasional hingga penerbitan obligasi.
Pengamat BUMN Toto Pranoto mengatakan kelanjutan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) sangat bergantung pada realisasi suntikan penyertaan modal negara (PMN). Toto menilai hal ini tak lepas dari besarnya investasi yang dibutuhkan PT Hutama Karya (Persero) dalam menggarap kelanjutan proyek JTTS.
"Dalam jangka pendek ini kekuatan arus kas perusahaan sangat ditentukan oleh suntikan PMN yang dikucurkan pemerintah. Kalau PMN terlambat cair maka kemungkinan proyek tertunda juga tinggi," ungkap Toto.
Toto menyebut investasi Hutama Karya di proyek JTTS cukup berat lantaran tidak seluruh ruas yang sudah dibuka atau akan dibuka memiliki potensi pendapatan yang baik. Oleh karenanya, Toto mengatakan penugasan proyek JTTS merupakan kombinasi antara public service obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan publik dan sebagian fungsi komersial. Toto mengatakan Hutama Karya juga memiliki potensi sumber pendanaan lain melalui Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI).
"Alternatif pendanaan lain dengan dana SWF mungkin bisa diutilisasi untuk cover shortage di internal financing maupun penerbitan global bond yang sudah di batas maksimal," ucap Toto.
Toto menyampaikan syarat SWF juga tidak ringan lantaran investor global memerlukan kepastian return. Toto menilai sebagian ruas tol yang kelihatan gemuk lalu lintasnya dan posisi strategis bisa ditawarkan untuk pendanaan SWF.
Menurut Toto, Hutama Karya juga bisa menerapkan konsep subsidi silang yang mana pemenang tol di ruas padat Pulau Jawa ikut memberikan subsidi ruas tol yang relatif sepi di sebagian ruas tol Sumatera.
"Insentif fiskal dan lainnya bisa dijadikan sweetener agar investor tadi merasa diberlakukan cukup adil," lanjut Toto.