EKBIS.CO, OLEH MUHAMMAD NURSYAMSI
JAKARTA -- Infrastruktur menjadi tantangan dan peluang bagi Indonesia dalam mendorong pertumbuhan di masa pandemi. Salah satu yang menjadi prioritas pemerintah ialah sistem jaringan jalan di Pulau Sumatera yang merupakan pulau terbesar kedua di Indonesia dengan populasi lebih dari 55 juta jiwa.
Segudang potensi alam dan komoditas berlimpah, seperti dari karet, minyak kelapa sawit, kopi, minyak bumi, batu bara, dan gas alam yang pada 2015 menyumbang 22,21 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia, atau kedua setelah Pulau Jawa, akan stagnan jika tak diimbangi dengan adanya konektivitas yang menunjang ke depan.
Hal ini yang mendasari pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2015 memberi amanat kepada PT Hutama Karya (Persero) untuk membangun dan mengembangkan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
Tak main-main, Hutama Karya akan menyambungkan jalan tol dari Lampung hingga Aceh melalui 24 ruas jalan berbeda yang panjang keseluruhannya mencapai 2.704 kilometer (km) dan akan beroperasi penuh pada 2024.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan peningkatan layanan infrastruktur transportasi sangat dibutuhkan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Selain untuk pemerataan pembangunan di Indonesia, kata Erick, pembangunan infrastruktur seperti jalan tol juga akan mendukung jalur logistik dan distribusi barang-barang kebutuhan, serta mempercepat mobilitas masyarakat.
Hal itu ditekankan Erick saat mendampingi Presiden Joko Widodo pada peresmian JTTS ruas Sigli-Banda Aceh seksi 4 (Indrapuri-Blang Bintang) sepanjang 13,5 kilometer di Gerbang Tol Blang Bintang, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, Selasa (25/8)
"Ini merupakan tol pertama yang mampu direalisasikan pemerintah di sisi barat Indonesia. Pembangunan tol ini tergolong cepat dan dalam konteks terkini untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, adanya tol ini sangat membantu transportasi, distribusi barang dan logistik, serta mobilisasi masyarakat," ujar Erick.
Erick menyampaikan pembangunan JTTS ruas Sigli-Banda Aceh yang merupakan bagian dari proyek strategis nasional untuk menghubungkan ujung timur dan barat Sumatera ini melibatkan peran besar BUMN. Selain Adhi Karya sebagai kontraktor, Kementerian BUMN juga mengucurkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 7,5 triliun kepada pemilik JTTS, Hutama Karya.
"Ini merupakan satu bukti keberpihakan bahwa pertumbuhan ekonomi juga harus terjadi di Sumatera bukan hanya di Jawa sehingga dukungan yang diberikan BUMN untuk penyelesaian infrastruktur jalan tol ini sangat maksimal," tambah Erick.
Erick menjelaskan Tol Sigli-Banda Aceh terdiri atas 6 seksi yaitu seksi 1 Padang Tiji-Seulimum (24,3 km), seksi 2 Seulimum-Jantho (7,6 km), seksi 3 Jantho-Indrapuri (16 km), seksi 4 Indrapuri-Blang Bintang (13,5 km), seksi 5 Blang Bintang-Kuta Baro (7,7 km) dan seksi 6 Kuto Baro-Baitussalam (5 km). Dengan rampungnya seksi 4 ini, Erick berharap terjadi peningkatan konektivitas dari Banda Aceh ke Sigli, pun sebaliknya dari Sigli-Indrapuri ke Bandara Udara Internasional Sultan Iskandar Muda yang berada di Kecamatan Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar.
"Seksi 4 ini lebih dahulu diprioritaskan karena dekat dengan Bandara. Hal ini sangat penting untuk kelancaran transportasi serta menunjang sektor-sektor lain, seperti pariwisata yang diharapkan segera pulih dalam kenormalan baru ini," ungkap Erick.
Sebagai proyek strategis nasional (PSN), Presiden Jokowi meminta proyek JTTS harus tetap berjalan di tengah pandemi ini. Erick menyebut arahan presiden tak lepas dari upaya pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja mengingat proyek startegis nasional ini banyak menyerap tenaga kerja.
Lewat infrastruktur, Erick ingin Indonesia memanfaatkan momentum pandemi sebagai langkah besar dalam menggelorakan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kementerian BUMN sendiri mendukung penuh keberlangsungan JTTS dengan mengajukan PMN. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan PMN untuk Hutama Karya diberikan untuk membantu pembangunan JTTS yang dapat menjadi solusi bagi logistik dalam negeri menyusul terhambatnya akses penerbangan.
"Selama ini logistik kita menumpang di pesawat komersial. Dengan terhambatnya pesawat maka terhambat juga logistik maka jalan tol trans Sumatera menjadi solusi dan dan dikebut sekali pembangunannya," ucap Arya.
Hutama Karya sendiri terus bertransformasi menjadi perusahaan yang transparan, akuntabel, dan memiliki daya saing tinggi baik dari sisi bisnis, produk, teknologi, serta kualitas sumber daya manusia (SDM). Untuk mencapai visi perusahaan sebagai Indonesia's Most Valuable Infrastructure Developer (IMVID), Direktur Utama Hutama Karya Budi Harto mengatakan perusahaan terus melakukan terobosan bagi dunia infrastruktur di Indonesia.
"Dalam sektor infrastruktur, Hutama Karya saat ini sedang menjalankan mandat pemerintah untuk membangun dan mengembangkan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) sepanjang 2.765 km, yang akan membentang dari Lampung hingga ke Aceh," ujar Budi.
Kata Budi, Hutama Karya juga turut membangkitkan perekonomian di Sumatra melalui semangat value capturing potensi bisnis di Sumatera. Salah satunya melalui pengembangan kawasan industri berbasis 4.0 yang didukung penyediaan infrastruktur utama, seperti energi, air dan pengolahan limbah.
"Dengan adanya penyediaan infrastruktur tersebut, Hutama Karya turut mewujudkan eksistensi JTTS, sebagai koridor ekonomi baru. Selain juga sebagai bentuk pemerataan, tak hanya dari sisi infrastruktur namun juga dari sisi ekonomi di Indonesia," ucap Budi.
Budi mengatakan, sesuai dengan visi pemerintah tentang pembangunan, Indonesia tidak lepas dari posisinya yang berada dalam dinamika regional dan global. Secara geografis, ucap Budi, Indonesia terletak di Kawasan Timur Asia (termasuk Asia Tenggara) yang merupakan jantung pertumbuhan ekonomi dunia. Indonesia menjadi salah satu negara dengan luas kawasan terbesar, penduduk terbanyak, dan sumber daya alam terkaya, yang mana di antaranya berada di Pulau Sumatera. Oleh karena itu, pembangunan JTTS termasuk agenda prioritas pemerintah yang dikategorikan sebagai PSN.
"Hutama Karya ingin melanjutkan perjuangan memperkokoh negeri melalui pembangunan infrastruktur, dengan selalu melakukan inovasi dan terobosan baru berkelanjutan," ungkap Budi.
Saat ini, lanjut Budi, Hutama Karya terus berfokus dalam membangun dan mengembangkan JTTS sebagai salah satu PSN. Harapannya agar dari pembangunan ini dapat menggerakkan ekonomi rakyat, sehingga wilayah-wilayah di Indonesia turut menjadi bagian penting dari rantai produksi regional dan global yang berperan mengakselerasi pemerataan pembangunan dan keadilan ekonomi, menuju Indonesia maju.
Direktur Human Capital & Legal Hutama Karya Muhammad Fauzan mengatakan Sumatera menjadi sentra produksi dari pengolahan hasil bumi, dan juga lumbung energi nasional. Kegiatan perekonomian utama Sumatera saat ini berfokus pada kelapa sawit, karet, batu bara, perkapalan dan besi baja.
"Tersambungnya JTTS nantinya mulai dari Lampung hingga Banda Aceh, kami harapkan dapat memfasilitasi pengolahan potensi sumber daya, sehingga Sumatera dapat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujar Fauzan.
Fauzan menyebut pengembangan kegiatan ekonomi utama juga memerlukan konektivitas infrastruktur yang selanjutnya harus didukung bertambahnya ketersediaan energi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan investasi, yang available, reliable dan affordable.
Fauzan menyampaikan konektivitas di Sumatera perlu didukung agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya bertumpu di Pulau Jawa, namun merata ke berbagai wilayah sehingga keseimbangan kondisi infrastruktur dapat tercapai. Fauzan meyakini kehadiran infrastruktur jalan di Sumatera akan memberikan dampak positif kepada masyarakat, serta meningkatkan produktivitas kegiatan ekonomi.
"Sebagai contoh kelapa sawit, tingkat produksi Crude Palm Oil (CPO) sangat bergantung pada waktu tempuh, sebab kualitas Tandan Buah Segar (TBS) akan menurun dalam 48 jam setelah pemetikan. Namun dengan adanya JTTS, waktu tempuh bisa menjadi lebih singkat sehingga mampu meningkatkan kapasitas serta kualitas, tak hanya kelapa sawit namun sumber daya alam lainnya," ucap Fauzan.
Fauzan menyampaikan, hingga saat ini, Hutama Karya tengah membangun sepanjang 1.065 km JTTS dengan 531 km ruas tol yang telah beroperasi dan 534 km ruas tol konstruksi Tahap I. Adapun progres konstruksi masing-masing ruas yang berada di Tahap I yakni ruas Sigli-Banda Aceh (74 km) 66 persen, ruas Kisaran-Indrapura (48 Km) 18 persen, ruas Kuala Tanjung-Tebing Tinggi-Parapat (143 km) 59 persen, ruas Sp Indralaya-Muara Enim (119 (m) 24 persen, ruas Padang-Sicincin (37 km) 37 persen, ruas Pekanbaru-Pangkalan (64 km) 51,2 persen, ruas Bengkulu-Taba Penanjung (18 km) 82 persen dan ruas Binjai-Langsa seksi Binjai-Pangkalan Brandan (58 km) 32 persen.
Saat ini, lanjut Fauzan, Hutama Karya tengah melakukan proses pencairan PMN Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 6.208 miliar atau Rp 6,2 triliun yang telah tercantum dalam APBN Tahun Anggaran 2021. "PMN ini akan digunakan untuk memenuhi sebagian porsi ekuitas dalam melanjutkan penugasan pengusahaan JTTS," kata Fauzan.
Fauzan menyebut penugasan pengusahaan JTTS meliputi ruas Kuala Tanjung - Tebing Tinggi Parapat sebesar Rp 414 miliar, ruas Sigli Banda - Aceh sebesar Rp 3.092 miliar, dan ruas Lubuk Linggau - Curup - Bengkulu sebesar Rp 2.702 miliar. Kata Fauzan, Hutama Karya juga terus berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait dalam rangka memenuhi sisa kebutuhan pendanaan JTTS.
Selain dukungan dari pemerintah berupa Penyertaan Modal Negara (PMN), lanjut Fauzan, perusahaan juga telah melakukan berbagai alternatif pendanaan melalui creative financing sebagai langkah antisipasi diantaranya pendanaan perbankan nasional maupun multinasional hingga penerbitan obligasi.
Hutama Karya juga menyambut positif pembentukan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yang memiliki kapasitas keuangan yang besar sehingga dapat menjadi salah satu alternatif solusi pembiayaan dalam menyelesaikan penugasan pembangunan JTTS.
Plt EVP of Corporate Secretary Hutama Karya Tjahjo Purnomo mengatakan perusahaan berharap kehadiran LPI akan meningkatkan kualitas infrastruktur di Indonesia khususnya di Pulau Sumatera.
"Hutama Karya telah mengoperasikan dua ruas tol di Jakarta dan tujuh ruas tol di Pulau Sumatera dengan tingkat IRR yang positif serta lalu lintas harian yang baik sehingga menjadikan aset konsesi tol tersebut cukup menarik untuk ditawarkan kepada LPI," ujar Tjahjo.
Tjahjo mengatakan Hutama Karya siap untuk menawarkan sejumlah ruas Jalan Tol Trans Sumatera yang dikelola kepada Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Kata Tjahjo, skema yang ditawarkan dalam bentuk divestasi atau pengalihan konsesi untuk jangka waktu tertentu.
"Dana yang diperoleh nantinya akan digunakan untuk membangun ruas tol baru di Sumatera," ungkap Tjahjo.
Pengamat BUMN Toto Pranoto mengatakan kelanjutan proyek JTTS sangat bergantung pada realisasi suntikan PMN. Toto menilai hal ini tak lepas dari besarnya investasi yang dibutuhkan Hutama Karya dalam menggarap kelanjutan proyek JTTS.
"Dalam jangka pendek ini kekuatan arus kas perusahaan sangat ditentukan oleh suntikan PMN yang dikucurkan pemerintah. Kalau PMN terlambat cair maka kemungkinan proyek tertunda juga tinggi," ujar Toto.
Toto menyebut investasi Hutama Karya di proyek JTTS cukup berat lantaran tidak seluruh ruas yang sudah dibuka atau akan dibuka memiliki potensi pendapatan yang baik. Oleh karenanya, Toto mengatakan penugasan proyek JTTS merupakan kombinasi antara public service obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan publik dan sebagian fungsi komersial. Toto mengatakan Hutama Karya juga memiliki potensi sumber pendanaan lain melalui Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI).
"Alternatif pendanaan lain dengan dana SWF mungkin bisa diutilisasi untuk cover shortage di internal financing maupun penerbitan global bond yang sudah di batas maksimal," ungkap Toto.
Toto menyampaikan syarat SWF juga tidak ringan lantaran investor global memerlukan kepastian return. Toto menilai sebagian ruas tol yang kelihatan gemuk lalu lintasnya dan posisi strategis bisa ditawarkan untuk pendanaan SWF," katanya.
Menurut Toto, Hutama Karya juga bisa menerapkan konsep subsidi silang yang mana pemenang tol di ruas padat Pulau Jawa ikut memberikan subsidi ruas tol yang relatif sepi di sebagian ruas tol Sumatera.
"Insentif fiskal dan lainnya bisa dijadikan sweetener agar investor tadi merasa diberlakukan cukup adil," ucap Toto.
Toto menilai dukungan pembiayaan pembangunan JTTS akan berdampak positif dalam upaya pemulihan ekonomi lantaran memerlukan banyak tenaga kerja lokal. Tak sekadar menciptakan lapangan kerja, Toto menyebut JTTS juga bisa meningkatkan sektor pariwisata di Sumatera.
"Nantinya Sumatera tidak hanya akan dikenal karena destinasi Danau Toba saja, tapi bisa meluas dari Aceh hingga Lampung. Destinasi wisata berbasis ekowisata akan tumbuh subur. Jadi dampak JTTS terhadap pengembangan wisata Sumatera akan sangat positif," kata Toto.