EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus berupaya melakukan stabilisasi harga perunggasan di peternak. Harapannya, agar tidak ada lagi peternak yang menderita kerugian karena harga liverbird di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP).
Direktur Jenderal PKH, Nasrullah menjelaskan, upaya stabilisasi perunggasan yang telah dilakukan oleh Ditjen PKH Kementan yaitu pengendalian produksi melalui cutting HE fertil dan afkir dini PS. Hal ini sebagai upaya menjaga keseimbangan supply dan demand harga liverbird (LB) di tingkat peternak.
"Terdapat korelasi positif upaya pengendalian produksi DOC FS dengan perkembangan harga livebird (LB). Upaya ini telah berdampak terhadap perbaikan harga LB di tingkat peternak," kata Nasrullah.
Ia menambahkan, untuk melindungi kepentingan peternak UMKM (rakyat), setiap perusahaan pembibit harus memprioritaskan distribusi DOC FS untuk eksternal farm 50 persen dari produksinya dengan harga sesuai harga acuan Permendag.
Hal ini diamanatkan juga di dalam Permentan Nomor 32 tahun 2017 bahwa perusahaan pembibit harus mendistribusikan DOC FS 50 persen untuk peternak eksternal di luar kemitraan dan company farm. Meskipun demikian, pemenuhan kebutuhan DOC FS untuk peternak eksternal utamanya skala UMKM perlu dilakukan verifikasi dan validasi sehingga dapat diketahui proporsi kebutuhan internal farm termasuk kemitraan dengan peternak eksternal.
Nasrullah menjelaskan kondisi perunggasan nasional saat ini masih didera isu ketidakseimbangan supply dan demand, yang memicu harga livebird sangat fluktuatif dan cenderung berada di bawah HPP (Harga Pokok Produksi).
Harga livebird memang sangat dipengaruhi oleh volume supply di kandang dan pangkalan ayam. Pasar ayam ras pedaging sebagian besar beredar dalam bentuk bentuk hidup (livebird) kurang dari 80 persen.
Pola konsumsi masyarakat terhadap daging ayam bersifat musiman (seasonal), ditambah pandemi covid-19 berdampak pada penurunan demand sebesar 20 persen. Akibat covid-19 konsumsi daging ayam tahun 2020 terkoreksi dari 12,79 kg/kapita menjadi 10,1 kg/kapita dan tahun 2021 diestimasi sebesar 11,75 kg/kapita.
Lebih lanjut Nasrullah menjelaskan bahwa upaya permanen yang dilakukan Pemerintah adalah mewajibkan pembibit untuk melakukan pemotongan livebird di RPHU sebesar kapasitas produksinya secara bertahap selama 5 tahun.
Upaya strategis melindungi peternak UMKM adalah dengan menumbuh kembangkan kelompok tani ternak unggas, diharapkan dapat mewadahi kepentingan peternak UMKM dan berkontribusi terhadap stabilisasi perunggasan nasional.
Terbentuknya kelompok tani ternak unggas ini menjadi wadah untuk mentautkan kepentingan peternak melalui kerja sama (partnership) kepada perusahaan terintegrasi. Kerja sama ini mengacu pada Permentan No 13 Tahun 2017 tentang kemitraan usaha peternakan.
Dalam Permentan No 13 Tahun 2017 disebutkan kemitraan usaha peternakan adalah kerja sama antar usaha peternakan atas dasar prinsip saling memerlukan, memperkuat, menguntungkan, menghargai, bertanggung jawab dan ketergantungan.