EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah getol mendorong para perusahaan batu bara untuk melakukan hilirisasi. Hal ini perlu dilakukan agar para perusahaan batu bara bisa bertahan di tengah kemajuan energi bersih.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menjelaskan saat ini sekitar 90 persen cadangan batu bara didominasi batu bara kalori sedang dan rendah. "Hilirisasi adalah pilihan yang realistis untuk jaga keberlangsungan industri batu bara, ini realita yang kita hadapi saat ini," kata Ridwan, Ahad (21/3).
Ridwan melanjutkan sejatinya batubara masih menjadi penopang dalam penerimaan negara. Hal ini terlihat dari tingkat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor minerba pada tahun 2020 mencapai Rp 34,6 triliun atau lebih tinggi 10 persen dari target. Dari jumlah tersebut 85 persen ditopang oleh sektor batu bara.
Kendati demikian, Ridwan memastikan langkah hilirisasi masih akan didorong. Sejauh ini tercatat ada dua Proyek Strategis Nasional (PSN) subsektor batubara yakni Gasifikasi Batubara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan pembangunan fasilitas coal to methanol di Kutai Timur, Kalimantan Timur oleh PT Kaltim Prima Coal. Kedua proyek ini ditargetkan rampung pada tahun 2024.
Merujuk data Kementerian ESDM, nilai tambah proyek coal to DME oleh PTBA mendorong masuknya investasi asing mencapai 2,1 miliar dolar AS dengan serapan batubara kalori rendah sebesar 180 juta ton selama 30 tahun umur pabrik. "Pada 2019 konsumsi LPG kita 7,64 juta ton dimana 5,73 ton dari impor senilai Rp 52,4 triliun," jelas Ridwan.
Proyek coal to DME oleh PTBA diharapkan dapat mensubstitusi impor LPG sebesar 1 juta ton per tahun. Dengan demikian, penghematan cadangan devisa yang bisa dicapai sebesar Rp 9,2 triliun per tahun.
Sementara itu untuk proyek coal to methanol oleh KPC, Ridwan mengungkapkan nilai investasi asing yang masuk mencapai 2,17 miliar dolar AS dengan perkiraan pemanfaatan batubara kalori rendah dan sedang mencapai 140 juta ton selama 22 tahun.
"Potensi peningkatan PDB sebesar 204 miliar dolar AS selama masa konstruksi 4 tahun dan produksi komersial 22 tahun," jelas Ridwan.