EKBIS.CO, BANDUNG -- Produsen tahu dan tempe di Indonesia yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) bakal mengajukan importasi mandiri komoditas kedelai kepada pemerintah, sebagian respons atas masih tingginya harga komoditi ini di Indonesia.
Menurut Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifuddin, rencana importasi kedelai telah disepakati oleh seluruh perwakilan anggota pada Rapat Anggota Tahunan Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indoensia ke-XI tahun 2020 di Bandung. Rencana itu menjadi salah satu agenda organisasi.
"Setelah ini, kami baru akan ajukan kepada pemerintah. Nanti akan kami bicarakan terkait kuota dan lainnya dengan pemerintah," ujar Aip di Hotel El Royal, Jalan Merdeka, Kota Bandung, Jumat (2/4).
Aip mengatakan, berdasarkan hasil komunikasi dengan beberapa kementerian terkait, pihaknya sekarang sudah mendapat lampu hijau. Rencana ini juga, pernah dikomunikasikan secara langsung kepada presiden Joko Widodo.
"Presiden meminta agar kementerian terkait bisa memberi peluang importasi bagi mereka, dengan tetap mengedepankan kedelai lokal," katanya.
Aip menilai, langkah importasi kedelai secara mandiri penting karena selama ini harga kedelai dikuasai importir. Akibatnya pada 2020 lalu, harga kedelai naik dari Rp7.000 menjadi 9.500 per kg. Saat ini, harga kedelai juga masih dikisaran Rp10.000-an.
"Kondisi itu menyebabkan kami melakukan aksi mogok produksi, karena harga terus naik," katanya.
Aip berharap, dengan melakukan inportasi sendiri, harga kedelai bisa ditekan. Karena alur distribusi bisa diputus, hanya dari koperasi langsung ke produsen tahu dan tempe.
Berbeda dengan kondisi saat ini, kedelai dikuasai importir dengan alur distribusi panjang. Sehingga harga yang diterima produsen mahal.
Menurutnya, kebutuhan kedelai untuk para produsen tahu tempe bisa mencapai 3 juta ton per tahun. Tapi kedelai lokal hanya mampu menyediakan sekitar 10 persen. Data 2008, di Indonesia ada 160.000 industri rumahan tahu tempe dengan kapasitas produksi 20 hingga 100 kg per hari.
"Produk kami ini selalu dianggap makanan murahan, jadi kalau mau dinaikkan harganya, agak susah. Padahal hasil lab, gizinya tak kalah dengan daging dan telur. Makanya kami akan bikin rumah tempe untuk menyasar ekspor," katanya.
Sedangkan menurut Sekretaris Umum Gakoptindo Hugo Siswaya, sambil menunggu realisasi importasi pihaknya terpaksa melakukan beberapa langkah agar industri ini tetap jalan. Salah satunya malakukan kenaikan harga.
"Yang bisa kami lakukan yaitu terus edukasi masyarakat, karena kondisi saat ini harga bahan baku memang sedang tinggi," katanya.