Ia mengatakan, strategi itu sudah dilakukan di Jawa Timur, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat.
"Dengan penggunaan pupuk non subsidi, memang akan ada kenaikan biaya sekitar Rp 4 juta per hektare, tapi karena kita dampingi, hasil panen yang diterima juga lebih besar sehingga keuntungan petani meningkat," kata Rahmad.
Rahmad mengatakan, harga jual gabah petani bisa lebih tinggi dari harga biasanya. Selain itu, produktivitas yang biasa 6 ton bisa naik menjadi 8 ton. Produktivitas yang sudah mencapai 7 ton bisa ditingkatkan menjadi 10 ton.
"Katakan ada kenaikan produksi 2 ton, itu ada tambahan seitar Rp 10 juta. Jadi memang dengan pupuk non subsidi ada tambahan tapi dapat hasil yang lebih besar," ujarnya menambahkan.
Lebih lanjut, ia mengatakan, Pupuk Kaltim mengajak perbankan, perusahaan asuransi, hingga Agronom untuk sama-sama mendampingi petani menggunakan pupuk nonsubsidi. Itu akan meringankan beban finansial petani ketika akan memulai penanaman.
Tak sampai di situ, penjualan hasil panen juga dikerjasamakan dengan perusahaan penyerap sehingga ada pasar yang jelas bagi petani.
Menurut Rahmad, cara itu bisa dilakukan untuk mengatasi persoalan pupuk bersubsidi yang selalu kurang setiap tahun. Hal itu tentu lantaran ruang fiskal pemerintah yang terbatas untuk memenuhi penyediaan pupuk bersubsidi sesuai permintaan pemerintah.