Per Februari 2021, kredit perbankan masih kontraksi sebesar 2,15 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp 5.419,1 triliun. Hal ini disebabkan kredit korporasi menahan laju pertumbuhan kredit yang kontraksi sebesar 3,75 persen (yoy).
"Kredit besar tidak akan recover kalau demand belum tumbuh. Bagaimana hotel akan beri kredit kalau pengunjung belum ada. Bagaimana transportasi ngambil modal tambahan kalau gak ada penumpangnya, dan sebagainya," ucapnya.
Dari sisi lain, OJK mengingatkan perbankan bisa mendapatkan modal kerja di tengah masa pandemi Covid-19. Perbankan, ditegaskannya, sudah diminta oleh OJK tidak banyak melakukan penilaian risiko atau screening supaya bisa mendapat modal kerja khususnya bagi yang telah melakukan restrukturisasi kredit.
Hal ini ditegaskannya sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 48 Tahun 2020. Melalui kebijakan ini pilai penilaian risiko bisa mendapatkan kredit modal kerja hanya dari sisi ketepatan pembayaran pokok atau bunga untuk kredit sampai Rp 10 miliar.
"Jadi tidak ada tiga pilar lagi. Pilar prospek tidak ada prospek bagus, itu sudah dihilangkan, jadi hanya ketepatan membayar," ucapnya.
Ketika sudah melakukan restrukturisasi kredit tersebut, Wimboh memastikan perbankan apapun akan mampu memberikan kredit modal kerja baru untuk pengusaha bisa kembali menjalankan bisnisnya.
"Kalau mereka dalam konteks Covid tidak ada pilar-pilar langsung lancar sudah tidak usah pilar-pilar, sudah langsung lancar, tidak ada pilar-pilaran kalau yang bukan restru satu pilar," ucapnya.
Hal ini ditegaskannya, kata Wimboh, masih banyak otoritas di daerah, termasuk kalangan pengusaha yang merasa kesulitan untuk mendapat kredit modal kerja baru di perbankan.
"Bahkan dengan perbankan kita sampaikan yang namanya scoring-scoring pinggiran dulu, kalau dengan data itu semua fraud sale 2020 tidak ada yang bagus. Ini tinggal note dari Jakarta kepada seluruh kantor cabangnya," ucapnya.
Sementara Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menambahkan salah satu penyebab belum lancarnya pengusaha untuk mendapatkan modal kerja karena ada beberapa pengusaha yang tidak akan mampu melunasi utang-utang lamanya.
"Memang di Bali isu utamanya banyak pengusaha yang utang lamanya tidak mampu dibayar. Kalau kasih utang baru harus ada semacam pemutihan masa. Jadi, ada hutang yang tidak mungkin bisa dibayarkan, ini yang kita pikirkan apakah bisa diputihkan dulu,” ungkapnya.