EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau disebut Indonesia Re menilai pemulihan ekonomi Indonesia pascapandemi melalui sektor konstruksi wajib diiringi dukungan penjaminan dari sektor asuransi. Fire and Engineering Underwriter Indonesia Re Maesha Gusti Rianta mengatakan sebuah proyek infrastruktur dianggap layak mendapatkan pendanaan apabila proyek tersebut sudah mendapatkan penjaminan dari asuransi (Contractor's All Risk/CAR).
"Artinya eksposur asuransi proyek tersebut secara komprehensif telah dieksplorasi dan dipahami oleh pihak asuransi dan pihak pemilik proyek," ujar Maesha dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Kamis (15/4).
Maesha mengatakan tren penyebaran covid-19 terus mengalami penurunan. Kondisi ini menjadi momentum untuk pemulihan ekonomi nasional, termasuk pembangunan infrastruktur.
Mengutip data Construction Market Outlook 2021, Maesha mengatakan pasar konstruksi akan mulai bangkit pada pertengahan 2021 dengan total nilai diproyeksikan mencapai Rp 196,8 triliun. Selain itu, lanjut Maesha, pemerintah juga telah mengalokasikan Rp 414 triliun untuk berbagai proyek infrastruktur, khususnya untuk pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan sektor pariwisata.
"(CAR) menyediakan perlindungan menyeluruh baik terhadap kerusakan properti maupun kecelakaan kerja yang terjadi selama proses konstruksi berlangsung. Jadi, proyek bisa terus berjalan walaupun satu atau dua hal tersebut terjadi," lanjut Maesha.
Maesha memerinci lima aspek esensial dalam mengkaji profil risiko sebuah proyek yakni underwriter harus memahami betul seluk beluk risiko teknis dari proyek tersebut, mengetahui kredibilitas kontraktor, mengetahui potensi kebencanaan dari lokasi proyek itu berada, menganalisa timeline dan rencana anggaran proyek, serta menetapkan rencana darurat.
Selain itu, Maesha menyebut empat jenis kategori proyek konstruksi dengan tingkat risiko yang berbeda-beda, mulai dari wet risk atau bangunan yang langsung kontak dengan air, dengan tingkat risiko sangat tinggi atau total loss; gedung bertingkat dengan risiko kerusakan yang umumnya berasal dari ketidaksempurnaan arsitektur atau desain; dan ketiga, hunian yang risiko umumnya adalah banjir dan gempa bumi; serta jalan raya dengan risiko berasal dari banjir dan longsor.
"Khususnya di Indonesia sebagai negara dengan tingkat kebencanaan cukup tinggi, maka sudah sepatutnya berbagai gedung penting atau proyek-proyek strategis dicover asuransi secara menyeluruh," kata Maesha menambahkan.