EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan mengkonversi sejumlah pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) menjadi berbasis energi baru terbarukan (EBT). Untuk bisa mencapai target tersebut tak semua PLTD akan dikonversi menggunakan anggaran PLN sendiri. PLN akan membuka tender untuk proyek ini.
Direktur Megaproyek PLN M Ikhsan Asaad menjelaskan saat ini PLN sedang mempersiapkan data data dan mekanisme lelang. Rencananya, lelang tersebut akan dimulai pada Mei mendatang.
"Insya Allah tender akan kita mulai pada Mei ini," ujar Ikhsan kepada Republika.co.id, Ahad (25/4).
Ikhsan menjelaskan saat ini PLN masih herus menyiapkan data data terkait sebaran PLTD dan potensi EBT apa yang bisa dikembangkan di wilayah yang akan menjadi titik konversi tersebut. Ikhsan juga menjelaskan selain EBT, ada potensi untuk penggunaan baterai untuk mengganti PLTD tersebut. Untuk itu, perlu detail berapa kebutuhan besaran baterai dan seperti apa lokasi dan keekonomian proyek.
"Kami sedang finalisasi data kebutuhan kapasitas. Potensi EBT apa saja, dan juga yang bisa menggunakan baterai berarti kita juga harus itung berapa kapasitasnya di masing masing lokasi," ujar Ikhsan.
Ikhsan juga menjelaskan, pada tahapan awal PLN akan mengkonversi 200 titik PLTD. Lokasi ini merupakan tahap pertama dari mega proyek konversi sekitar 5.000 unit PLTD di 2.130 lokasi yang akan berlangsung hingga 2025 mendatang. Proyek konversi ini, bisa membawa sejumlah manfaat.
Ikhsan juga menjelaskan di 200 lokasi ini diproyeksi memiliki total kapasitas 600 MW (peak) - 800 MW (peak). Total nilai investasi untuk proyek ini diperkirakan berkisar antara Rp 18 triliun sampai Rp 20 triliun.
Dari segi biaya, pemanfaatan pembangkit listrik berbasis EBT di daerah 3 T ini diproyeksi menghemat biaya pokok produksi (BPP) PLN. Dengan memanfaatkan pembangkit listrik EBT, BPP PLN diperkirakan hanya mencapai Rp 2.500 per kwh.
Biaya tersebut relatif lebih rendah ketimbang BPP PLTD di daerah 3T yang bisa berkisar Rp 5.000 per kwh atau bahkan Rp 10.000 per kwh. Pasalnya, di beberapa wilayah, depo-depo minyak Pertamina hanyna berlokasi di kota-kota besar, sehingga PLN harus menanggung biaya angkut diesel dari depo ke daerah 3T.
Padahal, medan yang perlu dilalui dalam pengangkutan diesel juga terkadang tidak mudah untuk dilalui sehingga memerlukan biaya angkut yang besar.
“Apalagi di Papua misalkan, mengangkutnya naik pesawat, kemudian di daerah-daerah seperti Maluku, di Maluku Utara itu kan pulau ya, ada yang (pengangkutannya) naik kapal, akibatnya besar biaya kami untuk bayar angkutan minyak tadi,” terang Ikhsan.
Di sisi lain, pemanfaatan pembangkit listrik berbasis EBT juga dipercaya bisa membantu pemerintah dalam mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM).
Menurut catatan Ikhsan, nilai importasi BBM untuk kebutuhan energi di 2.130 lokasi yang menjadi sasaran proyek konversi bisa mencapai kurang lebih Rp 20 triliun dalam setahun.
Selain itu, penggunaan pembangkit listrik berbasis EBT juga dipercaya bisa lebih menyejahterakan masyarakat setempat di daerah 3T karena bisa mengaliri listrik selama 24 jam penuh.
“(Penggunaan pembangkit listrik EBT) bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena selama ini nyalanya cuman 6 jam, sekarang bisa 24 jam,” pungkas Ikhsan.