Sabtu 08 May 2021 12:16 WIB

Strategi Kementan Melindungi Peternak

Terbentuknya kelompok tani ternak unggas bisa menjadi wadah untuk mengaitkan kepentin

Red: Hiru Muhammad
  Pekerja menyemprot peternakan unggas setelah flu burung (H5N1) atau peringatan Flu Burung, di Bhopal, India, 07 Januari 2021. Menurut laporan berita, kasus Flu Burung telah dilaporkan di negara bagian Himachal Pradesh, Madhya Pradesh, Rajasthan dan Kerala di seluruh India dan hampir 25.000 burung telah mati karenanya.
Foto: EPA-EFE/SANJEEV GUPTA
Pekerja menyemprot peternakan unggas setelah flu burung (H5N1) atau peringatan Flu Burung, di Bhopal, India, 07 Januari 2021. Menurut laporan berita, kasus Flu Burung telah dilaporkan di negara bagian Himachal Pradesh, Madhya Pradesh, Rajasthan dan Kerala di seluruh India dan hampir 25.000 burung telah mati karenanya.

EKBIS.CO, JAKARTA--Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) memastikan, akan melindungi peternak UMKM atau peternak rakyat dari dinamika perunggasan yang ada di Tanah Air. Direktur Jenderal PKH, Nasrullah menyampaikan, ada beberapa langkah strategis yang akan dilakukan Ditjen PKH Kementan untuk memberkkan perlindungan peternak UMKM.

Strateginya adalah mentautkan kepentingan peternak dengan perusahaan terintegrasi. Diawali dengan  pengembangan kelompok tani ternak unggas."Ini dapat mewadahi kepentingan peternak UMKM dan berkontribusi terhadap stabilisasi perunggasan nasional," ujar Nasrullah.

Ia menjelaskan, terbentuknya kelompok tani ternak unggas bisa menjadi wadah untuk mengaitkan kepentingan peternak melalui kerja sama (partnership) kepada perusahaan terintegrasi. Kerja sama yang dimaksud mengacu pada Permentan No 13 Tahun 2017 tentang kemitraan usaha peternakan.

Dalam Permentan No 13 Tahun 2017 disebutkan, kemitraan usaha peternakan adalah kerja sama antar usaha peternakan atas dasar prinsip saling memerlukan, memperkuat, menguntungkan, menghargai, bertanggung jawab dan ketergantungan.

Adapun, pola kemitraan usaha peternakan ini yaitu, inti plasma, bagi hasil, sewa, perdagangan umum dan sub-kontrak. Untuk mewujudkan kemitraan usaha ayam ras pedaging, peternak atau kelompok peternak bisa memilih lima pola kemitraan yang tersebut. "Jadi para peternak rakyat bisa memilih pola kemitraan yang sesuai dengan karakteristik dan kemampuan yang dimilikinya," kata Nasrullah.

Sebagai informasi, pola inti plasma adalah hubungan kemitraan antara perusahaan peternakan dan atau perusahaan di bidang lain sebagai inti dan peternak sebagai plasma. Sementara, pola bagi hasil adalah hubungan kemitraan antar peternak sebagai pelaksana yang menjalankan usaha budidaya dan dibiayai oleh perusahaan peternakan atau perusahaan di bidang lain.

Kemudian, pola sewa adalah hubungan kemitraan atar peternak atau antara peternak dengan perusahaan peternakan dan atau perusahaan di bidang lain yang salah satu pihak menyewakan lahan, kendang, alat dan mesin, dan atau tertank kepada pihak penyewa.

Sedangkan, perdagangan umum adalah pelaksanaan kemitraan yang dapat dilakukan dalam bentuk kerja sama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari usaha mikro, kecil dan menengah oleh usaha besar yang dilakukan secara terbuka. 

Serta, sub-kontrak adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang didalamnya usaha kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar sebagai bagian dari produksinya."Dalam pelaksanaannya, usaha peternakan yang bisa dimitrakan yaitu ternak, produk hewan ataupun prasarana dan sarana produksi," jelas Nasrullah.

Jika usaha yang dimitrakan adalah ternak, peternak bisa memilih kemitraan usaha peternakan ayam ras pedaging dan komoditas ternak lainnya. Jika produk hewan, kerja sama ini diwujudkan dengan memilih kemitraan pemotongan ayam (RPHU) untuk menghasilkan produk hewan berupa karkas, parting, boneless atau processing.

Sementara untuk mitra prasarana dan sarana produksi, akan dilakukan kerja sama berupa sarana produksi berupa DOC, pakan, OVD, sarana kandang dan lainnya.

Selain langkah-langkah itu, akan dilakukan pembinaan dan pengawasan untuk menerapkan prinsip-prinsip kemitraan (partnership) untuk peningkatan keseteraan yang saling memerlukan, memperkuat, menguntungkan, menghargai, bertanggung jawab dan ketergantungan dalam pengembangan usaha peternakan."Ini sebagai perwujudan upaya memaksimalkan kemitraan usaha peternakan," tutur Nasrullah.

Selain melalui kelompok tani yang memungkinkan peternak UMKM bermitra, untuk melindungi kepentingan peternak UMKM (rakyat), setiap perusahaan pembibit juga harus memprioritaskan distribusi DOC FS untuk eksternal farm 50 persen dari produksinya dengan harga terjangkau sesuai harga acuan Permendag yaitu Rp5.500-6.000 per ekor.

"Ini telah sesuai dengan amanat Permentan 32 tahun 2017. Maka, Ditjen PKH mendorong perihal distribusi DOC FS 50 persen untuk memenuhi kebutuhan peternak eksternal skala UMKM," katanya.

Dinamika Perunggasan Tanah Air

Nasrullah menerangkan, kondisi saat ini perunggasan nasional memang mengalami ketidakseimbangan supply and demand. Hal ini memicu harga livebird (LB) sangat fluktuatif dan cenderung di bawah harga pokok penjualan (HPP).

Karena, harga livebird sangat dipengaruhi oleh volume supply di kandang dan pangkalan ayam. Apalagi, pasar ayam ras pedaging sebagian besar (80 persen) beredar dalam bentuk bentuk hidup (livebird). "Selain itu, juga karena adanya pola konsumsi dari masyarakat yang bersifat musiman (seasonal)," kata Nasrullah. 

Ia menjabarkan, Ditjen PKH Kementan terus melakukan upaya stabilisasi perunggasan dengan pengendaliam produksi DOC FS sebagai upaya jangka pendek. Disebutkan, terdapat korelasi positif upaya pengendalian produksi DOC FS dengan perkembangan harga livebird (LB).

"Pengendalian produksi melalui cutting HE fertil dan afkir dini PS sebagai upaya menjaga keseimbangan supply dan demand, telah berdampak terhadap perbaikan harga LB di tingkat peternak," kata Nasrullah .

Ditjen PKH Kementan juga telah mengupayakan stabilisasi perunggasan nasional untuk jangka panjang. Seperti mengatur supply and demand agar mempermudah tracing. Nantinya, Pembibit GPS dan Pembibit PS wajib teregistrasi di Ditjen PKH Kementan. Sedangkan, peternak dan pelaku usaha pembudidaya FS komersial wajib teregistrasi di Dinas Kabupaten/Kota.

Pembibit GPS wajib menyediakan DOC PS dengan porsi minimal 20 persen dari produksi dengan harga terjangkau. Selain itu pembibit GPS dan PS juga wajib menerapkan Good Breeding Practices (GBP).

Perlindungan terhadap peternak skala mikro, kecil dan menengah (UMKM) juga akan dilakukan permanen atau jangka panjang. Pembibit PS wajib menyediakan DOC FS dengan porsi minimal 50 persen dari produksi dengan harga sesuai Permendag dan kualitas sesuai SNI.

Pemasukan GPS ayam ras juga akan diatur dengan memberi sayarat kewajiban membangun infrastruktur hilir melalui kewajiban penguasaan RPHU dan rantai dingin. Pembibit GPS berkewajiban menguasai RPHU dan rantai dingin (blast freezer, cold storage dan mobil berpendingin) sebesar produksi hasil turunan GPS-nya secara bertahap selama empat tahun.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, bahwa Kementan juga akan memberikan kewajiban menyerap livebird dan memotong livebird di RPHU oleh perusahaan pembibit GPS sebesar produksi FS hasil turunan GPS secara bertahap selama empat tahun. 

Kewajiban memotong livebird ini diberikan kepada pelaku usaha skala menengah besar termasuk perusahaan pembibit PS yang melakukan budidaya FS."Kita juga akan melakukan penetapan DOC PS dan FS sebagai sarana produksi yang diatur peredarannya untuk daging ayam sebagai bahan pokok penting (Bapokting). Kemudian, juga akan dilakukan reposisi kemitraan perunggasan dengan mengandalkan prinsip saling memperkuat dan ketergantungan," kata SYL.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement