EKBIS.CO, JAKARTA--Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) menerbitkan sebuah buku berjudul “Jargas Untuk Rakyat” lebih murah aman dan bersih, sebagai wujud “Kinerja BPH Migas untuk Energi Berkeadilan. Bertepatan dengan hari jadi, 18 tahun berdirinya BPH Migas (2003-2021).
Peluncuran buku setiap tahun 1 buku merupakan tradisi intelektual yang dilakukan lembaga ini, khususnya pada periode Komite 2017-2021, setelah tahun sebelumnya berjudul BBM 1 Harga, Keadilan Energi untuk Masyarakat 3T di NKRI, dan sebelumnya lagi Bunga Rampai Tata Kelola Hilir Migas. Selain itu terkait judul kali ini sekaligus sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat tentang peran dan tugas BPH Migas khususnya terkait Jaringan Gas (Jargas) Rumah Tangga (RT) dan Pelanggan Kecil (PK).
“Syukur Alhamdulillah telah terbit buku terkait tentang apa dan bagaimana mengenai Jargas Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil dengan peran BPH Migas di dalamnya, khususnya penetapan harga Jargas. Buku ini adalah kado hari ulang tahun (HUT) BPH Migas ke delapan belas sekaligus sebagai bentuk tradisi intelektual di lembaga ini, kata Kepala BPH Migas, Dr. Ir. M. Fanshurullah Asa, MT mengomentari peluncuran buku yang bekerjasama dengan PT Dharmapena Citra Media.
Secara gamblang dan lugas terkait gas nasional yang dimulai dari sejarah gas bumi, penerapan dan pembangunan Jargas hingga eksistensi serta kinerja BPH Migas dalam mengembangkan Jargas dengan konsep untuk energi berkeadilan dipaparkan di buku ini. Karena salah satu tugas BPH Migas diperkuat di dalam Undang-Undang Migas No. 22 tahun 2001 dimana BPH Migas mempunyai wewenang untuk menetapkan toll fee jaringan transmisi, menetapkan harga gas bumi untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil. “Termasuk harga Jargas yang bersumber dari mekanisme APBN, dan juga non APBN di mana BPH Migas telah menetapkan harga gas yang sampai saat ini selalu lebih rendah dari harga LPG 3 Kg, tegas Kepala BPH Migas yang juga pembina dalam penerbitan buku ini.
Selain itu, sekaligus upaya membuka ruang akselerasi jargas bukan hanya di daerah yang menghasilkan gas, namun juga strategi menyiasati dengan peluang membangun storage dan penyiapan isotank serta membangun jaringan distribusi dengan fasilitas penggunaan isotank LNG untuk kebutuhan gasnya.
Langkah maju BPH Migas di era Fanshurullah Asa yang didukung para Komite dan staf dalam soal Jargas ini adalah meningkatnya pembangunan Jargas. Betapa tidak, sampai dengan tahun 2020 saja telah menetapkan 65 toll fee jaringan transmisi, juga menetapkan harga harga gas yang terbangun pada 57 Kabupaten dan Kota dengan 502.585 Sambungan Rumah (SR). Jumlah itu akan melengkapi rencana Pemerintah di tahun 2021 untuk melaksanakan pembangunan Jargas sebanyak 120.776 SR pada 21 Kabupaten Kota, dimana sesuai RPJMN 2020-2024 target pembangunan Jargas yang bersumber dari APBN atau non-APBN sampai dengan tahun 2024 sebanyak 4 juta Sambungan Rumah (SR).
Namun demikian, menurut Ifan, dari 502.585 SR yang telah terpasang dengan sumber dana APBN, berdasarkan pengawasan BPH Migas, ditemukan laporan bahwa yang tidak terutilisasi (tidak terpakai) jargas tersebut sekitar 108.000 SR. Itu tidak terpakai dengan berbagai alasan di lapangan. Sehingga, dana APBN yang sudah dianggarkan tidak bermanfaat dengan baik dan masyarakat masih menggunakan LPG 3 Kg, yang artinya masih menggunakan subsidi pemerintah. "Dengan adanya 108.000 SR yang tidak terutilisasi itu, maka ada potensi Rp.2 triliun dari APBN yang tidak terpakai (lost opportunity)," papar Ifan.
Kinerja lain yang disampaikan dalam buku adalah program pembangunan panjang pipa transmisi dan distribusi dengan total 15.725,06 km dari Aceh sampai Jawa Timur, bahkan Kalimantan Timur, dan juga di Papua Barat, serta Sulawesi Selatan. Dengan jumlah ini maka potensi pemasangan jargas yang dilewati oleh pipa transmisi dan distribusi ini bisa sampai 30 juta SR. Tentu ini potensi pasar untuk mengurangi LPG 3 Kg yang masih subsidi APBN di mana dalam satu tahun itu Rp.35 triliun, serta mengurangi impor dengan memanfaatkan gas bumi prioritas untuk dalam negeri.
Dalam buku ini, dipaparkan pula soal harga Jargas dan LPG yang jelas sangat jauh berbeda. Jargas lebih murah, aman dan nyaman serta bersih, tentunya.
Namun, keberhasilan jargas tak lepas dari dukungan kepala daerah, salah satunya Prabumulih yang dinilai paling berhasil. Walikota Prabumulih Ir. H. Ridho Yahya, MM menyatakan bahwa yang terpenting adalah komitmen kepala daerah masing-masing, karena pemasangan jargas ini menyangkut soal penggalian- penggalian, mau atau tidak dipasangi jargas, jangan sedikit-sedikit minta ganti rugi. "Selain itu, bukannya saya sombong, saya selalu ada di barisan depan, sehingga tidak ada kendala yang berarti di Prabumulih," ujarnya.
Lanjutnya, berharap program jargas diteruskan, dimulai dari daerah-daerah penghasil gas, "agar jangan ada anggapan penghasil tidak menikmati hasil," ujarnya. Pada intinya, kinerja BPH Migas dalam Jargas ini tak lepas dari upaya mendukung Pemerintahan saat ini yang tengah melakukan upaya percepatan pembangunan infrastruktur jargas agar ketersediaan energi dapat diakses masyarakat kecil secara langsung sebagai ikhtiar mewujudkan energi yang berkeadilan.