EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengupayakan pengurangan hambatan akses minyak kelapa sawit ke Rusia. Hal tersebut menjadi salah satu yang dibahas saat kunjungan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi ke St. Peterseburg, Rusia, pekan lalu.
Lutfi mengatakan, pemerintah membidik kerja sama perdagangan dan investasi lebih besar dari Rusia dan negara-negara yang tergabung dalam Uni Ekonomi Eurasia (Eurasian Economic Union/EAEU). Negara-negara EAEU adalah Rusia, Armenia, Belarus, Kyrgyzstan, dan Kazakhstan.
Pertemuan maraton dilakukan dengan sejumlah menteri, yaitu Menteri Perdagangan dan Industri Rusia Denis Manturov; Menteri yang Bertanggung Jawab atas Integrasi dan Makroekonomi Komisi Ekonomi Eurasia Sergei Glazyev; serta Menteri yang Bertanggung Jawab atas Perdagangan Komisi Ekonomi Eurasia (Eurasian Economic Comission/EEC), Andrey Slepnev.
“Pada pertemuan dengan Menperindag Manturov, Indonesia mengharapkan relasi perdagangan yang lebih intens dengan Rusia. Selain itu, Indonesia juga berupaya mengurangi hambatan akses kelapa sawit di Rusia,” kata Lutfi dikutip dari Siaran Pers Kemendag, diterima Republika.co.id, Senin (7/6).
Lebih lanjut, Lutfi mengatakan, pada pertemuan dengan Menteri Glazyev, pihaknya menegaskan akan menjalin kemitraan perdagangan dan investasi yang saling menguntungkan antara Indonesia-Rusia dan antara Indonesia dengan negara-negara Eurasia yang lain.
Dalam pertemuan tersebut, Indonesia menawarkan minyak kelapa sawit (CPO) dan produk turunannya. Mekanismenya bisa dengan mendatangkan produknya secara langsung atau membangun pabrik pengolahan untuk memproduksi produk CPO dan turunannya, seperti minyak goreng atau fat oil turunan lain untuk berbagai kebutuhan industri di kawasan Eurasia.
Indonesia juga berminat mengirimkan sumber daya manusia (SDM) untuk belajar mengenai teknologi pengolahan gas dan pembangkit listrik. Setelah itu, mereka akan diminta untuk mengembangkannya di daerah-daerah terpencil di Indonesia yang membutuhkan. Ini kebutuhan Indonesia untuk pengembangan SDM sekaligus infrastruktur.
"Kami tidak hanya memerlukan produk yang dikembangkan dengan teknologi tinggi dari mereka, tapi juga ingin mengembangkan produk-produk Indonesia bernilai tambah tinggi untuk itu kita perlu transfer pengetahuan dan teknologi," kata Lutfi.
Lutfi mengatakan, pemerintah telah menyampaikan perhatian Indonesia mengenai aturan EAEU terkait pembatasan kandungan kontaminan untuk minyak nabati yang cenderung lebih ketat ketimbang negara tujuan ekspor lainnya seperti Uni Eropa.
Pada 2020, nilai total perdagangan Indonesia dengan Rusia tercatat sedikit menurun menjadi sebesar 1,93 miliar dolar AS dengan ekspor Indonesia ke Rusia sebesar 970 juta dolar AS dan impor Indonesia dari Rusia sebesar USD 960 juta. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia surplus 10 juta dolar AS dari Rusia.
Pada tahun 2019, total perdagangan kedua negara tercatat sebesar 2,07 miliar dolar AS dengan ekspor Indonesia ke Rusia sebesar 864,08 juta dolar AS dan impor Indonesia dari Rusia sebesar 1,20 miliar dolar AS.
Komoditas ekspor utama Indonesia ke Rusia antara lain minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya senilai 499,9 juta dolar AS, kopra 65,6 juta dolar AS, kopi 36,7 juta dolar AS, karet alam 32,3 juta dolar AS, dan mentega kakao 32,3 juta dolar AS.
Adapun komoditas impor Indonesia dari Rusia antara lain besi dan baja setengah jadi 266 juta dolar AS, batu bara 159,2 juta dolar AS, pupuk nonorganik atau kimia, potasik 130,1 juta dolar AS, pupuk nonorganik atau kimia dengan 2-3 elemen pupuk 78,2 juta, dolar AS serta perlengkapan peluncuran pesawat aircraft launching gear senilai 42,9 juta dolar AS.