Jumat 25 Jun 2021 22:54 WIB

Afterbreak, Kisah Startup Kuliner Lobster Lewati Pandemi

Afterbreak berawal dari kios lobster pinggir sawah kini sudah ada 2 gerai di Semarang

Red: Dwi Murdaningsih
Seafood/ilustrasi
Foto: longpassages.org
Seafood/ilustrasi

EKBIS.CO, JAKARTA -- Perusahaan rintisan, startup, tidak selalu identik dengan perusahaan teknologi. Nyatanya sebuah restoran seafood bernama Afterbreak yang berada di Semarang, Jawa Tengah juga mengklaim sebagai startup kuliner.

"Layaknya perusahaan-perusahaan digital besar seperti Tokopedia atau Gojek, usaha kami beroperasi dengan kelompok kerja minimalis yang light asset dan light capital," kata salah satu pendiri Afterbreak, Hella Ayu.

Baca Juga

Harapannya, dengan demikian usaha akan mampu menjalin kemitraan-kemitraan sehingga bisa lebih gesit memajukan bisnis. Dengan konsep startup, terbukti Afterbreak yang mengunggulkan hidangan lobster itu mampu bertahan bahkan bangkit dari pandemi COVID-19 yang banyak menghantam usaha kuliner.

Didukung dengan memboyong usahanya ke ranah digital untuk promosi pemasaran, Afterbreak yang dulunya hanya sebuah kedai di pinggir sawah di Kendal, kini sudah merintis gerai kedua di pusat kota Semarang.

Bermula dari garasi hingga digitalisasi

Ide usaha kuliner lobster dimulai pada tahun 2016 saat Hella Ayu yang baru lulus kuliah S1 dan kekasihnya yakni Dani yang masih berstatus sebagai mahasiswa mulai mencicipi masakan seafood ibu Dani."Kok masakan mama Dani enak, lalu kami mulai tawar-tawarkan. Waktu itu Dani keliling nawarin kepiting, rajungan saus. Sehari yang laku 1-2 porsi, sisanya sampai blenger dimakan sendiri," kata Hella.

Tahun 2018, Hella dan Dani lantas nekat membuka dapur di rumah orang tua Dani. Tepatnya di garasi mobil milik keluarga Dani.

"Kami berproses, di tahun 2018 alhamdulillah ada tabungan dan bisa open kitchen, saya sama Dani bikin home kitchen ukuran dapur 4 x 5 meter. Berawal dari hanya punya satu karyawan dengan gaji Rp1 ,5 juta per bulan, kami semangat untuk memberikan layanan delivery dengan menu utama lobster, kemudian malah berkembang sampai sekarang," kata Hella.

Pada 2021, tepatnya di bulan April saat pandemi masih berlangsung, Afterbreak mampu bangkit dan membuka gerai di Semarang. Afterbreak memiliki 20-an karyawan dan total gaji Rp 50 jutaan.

"Di lahan yang lebih luas, hampir 1.000 meter persegi, dengan dapur yang sudah berstandar restoran, karyawan yang punya skill, bahkan kami sudah punya chef untuk mengurus quality control."

Dengan model bisnis startup, Afterbreak bisa menyajikan menu lobster dengan harga di kisaran mulai dari Rp 100 ribuan.Menu andalan Afterbreak adalah lobster saus padang yang dibanderol seharga Rp 175.000. Satu porsi hidangan tersebut bisa dinikmati tiga sampai lima orang.

"Itu sudah di-mix dengan cumi dan udang," ucapnya.

Selain menu itu, ada juga menu rajungan asam manis, rajungan mini goreng tepung, lobster lada hitam dan lain-lain. Dia mengatakan harga lobster yang dia jual bisa murah karena mereka mencari tahu hingga ke nelayan.

"Lobster yang mahal itu kan yang kualitas ekspor, dengan kualifikasi yang rumit, yang livestock, namun ternyata kalau di lapangan ada lobster yang misalnya enggak layak ekspor yang bisa dibeli dengan harga murah dengan kualitas yang tidak jauh berbeda," katanya.

Meski bahan baku lobster Afterbreak bukanlah livestock alias lobster segar yang masih hidup, namun lobster beku atau frozen pun ternyata masih bisa dinikmati dan terasa segar asal pengolahannya dilakukan dengan baik dan benar."Lobster ini kan haknya semua masyarakat Indonesia karena kita punya banyak laut,lobster sebenarnya banyak," kata Hella.

 

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement