Rabu 30 Jun 2021 22:42 WIB

Kemendag Pastikan tak Buka Impor Jagung Meski Lokal Mahal

Kemendag menyebut harga jagung internasional memang sedang mengalami kenaikan

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) memastikan stok jagung untuk pakan aman dan tersedia cukup untuk kebutuhan. Kenaikan harga pakan juga diyakini akan bisa ditekan.
Foto: istimewa
Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) memastikan stok jagung untuk pakan aman dan tersedia cukup untuk kebutuhan. Kenaikan harga pakan juga diyakini akan bisa ditekan.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan tidak akan melakukan importasi jagung untuk kebutuhan pakan ternak. Pasalnya, harga jagung dunia juga tengah mengalami kenaikan. Pemerintah memilih melakukan substitusi jagung dengan gandum impor.

Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Isy Karim, mengatakan, berdasarkan rapat level Kementerian Koordinator Perekonomian, pemerintah memutuskan untuk substiusi jagung ke gandum sekitar 20-30 persen. Adapun, impor gandum dilakukan BUMN dengan mekanisme business to business.

Baca Juga

"Kita tidak impor jagung karena harga internasional jagung juga bergerak naik pada periode Januari-Juni 2021," ujarnya.

Ia menyampaikan, harga jagung internasional pada Januari lalu sebesar 206,16 dolar AS per metrik ton (MT). Harga tersebut naik 29,4 persen pada Juni menjadi sebesar 266,78 dolar AS per MT. Kenaikan tersebut, kata dia, setara Rp 3.000-Rp 3.900 per kilogram di tingkat petani jagung.

Adapun harga jagung lokal pada Mei sebesar Rp 5.651 per kg, naik 7,6 persen dari bulan April yang sebesar Rp 5.251 per kg. Harga tersebut sudah jauh lebih tinggi dari acuan pemerintah sebesar Rp 2.500 per kg hingga Rp 3.150 per kg.

Karim menuturkan, salah satu faktor meningkatkan harga jagung internasional yakni curah hujan di tenggara Brazil yang menjadi salah satu produsen jagung dunia. Menurut laporan World Meteorogical Organization, tanah dan ladang biji-bijian di wilayah tersebut kelembabannya berkurang.

Selain itu, berdasarkan laporan dari USDA, penanaman jagung secara global hingga 25 April 2021 baru sebanyak 17 persen. Angka itu masih lebih lambat 3 persen dari rata-rata total penanaman pada waktu yang sama sebanyak 20 persen.

Adapun untuk mengatasi masalah jagung lokal, Karim menjelaskan, pemerintah akan memberikan subsidi ongkos angkut jagung dari sentra ke pusat-pusat produksi pakan ternak. Pasalnya, kata dia, sentra jagung mayoritas terdapat di NTB, NTT, dan Sulawesi. Sementara, produsen pakan ternak maupun peternakan unggas paling banyak di Jawa.

Harga jagung antara di sentra luar Jawa dan di Jawa sama. Namun, akibat ada biaya logistik alhasil menimbulkan disparitas harga jagung. "Pemerintah menyiapkan subsidi ongkos angkut meski tidak banyak. Kami sudah memberikan penugasan kepada Bulog untuk menyerap produksi jagung di sentra-sentra dan disalurkan di Jawa sebagai sentra produksi unggas," kata dia.

Namun, Karim menjelaskan, kebijakan itu dikhususkan untuk industri-industri kecil produsen pakan unggas. Bukan untuk perusahaan besar. Pasalnya, para perusahaan telah diberikan ruang bagi pemerintah untuk bisa menggunakan gandum impor sebagai pengganti jagung.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement