Hal serupa dialami PT Hutama Karya. Tiko mengatakan tekanan terbesar Hutama Karya adalah proyek jalan tol trans Sumatera (JTTS) yang mengalami keterlambatan PMN selama dua tahun sehingga kondisi aset dan utang meningkat tajam namun ekuitas tidak bertambah.
"Untuk melanjutkan tahap I dibutuhkan total Rp 66 triliun yang akan diberikan secara bertahap tahun ini Rp 25 triliun dan di 2022 akan ada lagi Rp 30 triliun untuk memperkuat menyelesaikan tahap I dan sisanya akan diberikan pada 2023," kata Tiko.
Tiko menambahkan tekanan juga dialami PT Wijaya Karya mengingat besarnya kebutuhan pembiayaan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Tiko menyebut hanya PT Adhi Karya dan PT PP yang memiliki kondisi keuangan lebih baik saat ini.