EKBIS.CO, JAKARTA -- Meski marginnya dianggap mahal, perbankan syariah memiliki keunggulan kompetitif yang ditawarkan pada nasabah yang tidak dimiliki bank konvensional.
Direktur Utama PT Bank Syariah Bukopin (BSB) Dery Januar mengatakan, anggapan bahwa tingkat margin atau bagi hasil di bank syariah relatif lebih tinggi dibandingkan bank konvensional tidak seratus persen benar. "Karena dalam penyaluran pembiayaan dengan prinsip syariah memberikan benefit lebih bagi nasabah," kata Dery kepada Republika, Ahad (25/7).
Kelebihan tersebut tergantung pada akad yang digunakan dalam pembiayaan. Misalnya pembiayaan dengan akad jual beli yakni murabahah, salam, atau istishna yang memiliki kepastian pembayaran. Pembiayaan syariah memberikan kepastian pembayaran sejak awal hingga akhir masa pembiayaan.
Bank tidak boleh menaikan atau menambah margin pembiayaan di tengah-tengah masa pembiayaan. Selanjutnya, pembiayaan ini menampilkan transparansi tingkatan margin keuntungan bank dan disepakati oleh nasabah dan bank di awal pembiayaan.
"Pembiayaan ini juga nyaman karena berdasarkan dengan prinsip syariah," ungkap dia.
Untuk pembiayaan dengan akad bagi hasil yakni musyarakah dan mudharabah, ada keuntungan high risk high return. Dengan akad bagi hasil, pada prinsipnya pembiayaan bank syariah merupakan modal yang ditempatkan pada nasabah.
Sehingga bank juga terpapar risiko investasi atas kerugian yang dialami nasabah, selama kerugian yang dialami nasabah bukan kelalaian atau wanprestasi nasabah. Selanjutnya, pembiayaan ini fleksibel dan sesuai dengan nature of business nasabah.
Tingkat bagi hasil dari akad ini dihitung berdasarkan realisasi pendapatan nasabah dengan pendekatan revenue sharing atau profit sharing sehingga besaran bagi hasil sangat fleksibel dengan bisnis. Akad ini bersifat adil dan transparan.
"Nisbah bagi hasil ditentukan di awal masa pembiayaan dan dapat diulas atas kesepakatan bersama bank dan nasabah," kata Dery.
Dery mengatakan tingkat margin atau bagi hasil pembiayaan syariah terkesan mahal di awal tapi berbeda dengan bank konvensional yang menerapkan tingkat bunga floating. Pada bunga floating, tingkat bunga konvensional yang dibebankan kepada nasabah tidak pasti karena tergantung dengan tingkat suku bunga dasar kredit.
"Sehingga ada kemungkinan tingkat bunga kredit dapat tiba-tiba naik bila suku bunga dasar kredit naik tanpa harus mendapat persetujuan nasabah," ujarnya.
Dery mengakui bahwa tingkat inklusi dan literasi masyarakat mengenai produk perbankan syariah atau ekonomi syariah umumnya memang rendah. Hal ini masih menjadi tantangan besar bagi seluruh perbankan syariah dan pemangku kepentingan ekosistem ekonomi Islam.
Sehingga keunggulan ini belum merata diketahui masyarakat. Beberapa yang upaya yang dapat dilakukan yakni melakukan sosialisasi atau publikasi melalui media sosial, kegiatan open table, mengadakan seminar, baik yang dilakukan mandiri oleh bank sendiri maupun bersama-sama dengan pemangku kepentingan seperti regulator (OJK), asosiasi perbankan syariah, dan lembaga keuangan syariah lainnya.
"Dari sisi produk kami juga terus melakukan pengembangan untuk memperkuat kekhasan dari identitas perbankan syariah," kata dia.
Selain itu, bisa juga melakukan sinergi dengan ekosistem syariah seperti industri halal, jasa keuangan syariah, keuangan sosial Islam, dan sektor religius. Industri juga perlu terus menjadi relevan bagi masyarakat dan kondisi terkini dengan melakukan pengembangan produk dan layanan ke arah digitalisasi.