EKBIS.CO, JAKARTA -- Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Ketahanan Industri Obat dan Alat Kesehatan Laksono Trisnantoro menyebut hingga kini produksi alat kesehatan (alkes) di Indonesia masih didominasi bahan baku impor. Laksono memandang dalam kondisi pandemi global saat ini kebijakan kemandirian belum memberikan dampak.
Laksono menyebut, di masa Covid-19 2020, jumlah pelaku industri alkes meningkat tinggi dari 303 unit menjadi 871 unit. "Tapi yang mempunyai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) itu hanya 3,48 persen. Jadi masih sangat sedikit," kata Laksono dalam sambutannya di Forum Nasional Kemandirian dan Ketahanan Industri Alat Kesehatan secara daring, Senin (30/8).
Saat ini, pemanfaatan bahan baku dalam negeri untuk produksi alat kesehatan masih rendah. Bahkan data katalog elektronik transaksinya hanya berkisar 22 persen dari total transaksi. Padahal, TKDN merupakan instrumen kunci dalam mengukur kemandirian industri farmasi dan alkes di dalam negeri.
"Kita perlu sebuah kebijakan kunci yang jadi instrumen untuk mengukur apakah kita maju, stagnan atau mungkin mundur," kata dia.
Menurutnya, kebijakan TKDN masih terbilang baru dan masih harus terus dikembangkan. Oleh sebab itu, pemerintah masih menggunakan dua aturan, yakni pengadaan alat kesehatan dalam negeri (AKD) dan alat kesehatan luar negeri (AKL). Kondisi itulah yang memungkinkan produsen bisa memilih pasokan bahan baku.
"Sehingga impor memang masih terus mendominasi," ujar Laksono.
Tak hanya itu, saat ini alat kesehatan dalam negeri pun, sebagian besar masih menggunakan bahan baku impor. Oleh karenanya, kebijakan pemerintah dalam membangun kemandirian usaha alat kesehatan selama pandemi Covid-19 masih mempunyai banyak hambatan.
"Presiden mengatakan kemandirian industri obat, vaksin dan alat kesehatan masih menjadi kelemahan serius yang harus kita pecahkan," ungkap Laksono.
Adapun sejumlah kendalanya yakni regulasi TKDN dan proses pengadaan barang atau jasa pemerintah secara elektronik (e-procurement) yang masih belum maksimal. Kemudian, insentif industri dari hulu ke hilir yang belum ada kejelasan, serta kemampuan industri farmasi nasional yang masih terbatas dalam mengelola ketersediaan bahan baku. Terlebih, bahan baku alat kesehatan sangat kompleks.
Ia pun menyoroti aktivitas uji premarket dan postmarket untuk peralatan kesehatan yang saat ini semakin canggih. "Ini kita juga belum mempunyai sistem yang baku untuk uji klinik. Data industri masih dipotong-potong dan juga penelitian yang belum betul-betul bagus," kata Laksono menambahkan.