EKBIS.CO, JAKARTA -- Hutan hujan Indonesia dianggap sangat penting dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. Hal ini yang menyebabkan banyak negara-negara pendonor berminat untuk berinvestasi dalam penanganan perubahan iklim.
Direktur Center for Climate and Sustainable Development Law and Policy (CSDLAP) Korea Selatan, Suh-Yong Chung menilai bahwa Indonesia perlu meningkatkan kebijakan diplomasinya ke dunia internasional dalam mengangkat isu perubahan iklim. Ia mencontohkan isu hutan mangrove yang sangat krusial dalam penyerapan karbon.
"Indonesia dapat memimpin diskusi tentang isu spesifik ini (mangrove) yang sesuai dengan implikasi global. Jadi, setiap negara memiliki kepentingan di Indonesia," kata Suh-Young Chung dalam workshop Indonesia-Korean Journalist Network yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerjasama dengan Korea Foundation Jakarta, Rabu (1/9).
Chung menjelaskan bahwa dalam mengangkat isu-isu tersebut, Indonesia bisa mengajak negara-negara atau organisasi-organisasi sebagai partner, seperti Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC), negara-negara kelompok G20, atau New Southern Policy.
Hal ini bisa memberi kesempatan bagi Indonesia untuk mendapatkan pembiayaan iklim dari negara-negara pendonor.
"Dalam konteks proyek ODA (official development assistance), Indonesia harus mengidentifikasi partner yang bagus. Contohnya Norwegia yang berminat menjadi pendonor," kata Chung.
Akan tetapi, ia menekankan pentingnya transparansi yang masih kurang, serta kapasitas untuk mengukur kontribusi dalam penanganan perubahan iklim. Padahal, kedua hal ini sudah ditekankan dalam Paris Agreement.
Kedua hal ini yang menyebabkan Indonesia sulit mendapatkan donor dalam pembiayaan iklim. Padahal, Green Climate Fund (GCF) sangat berminat dengan Indonesia.
Selain itu, Chung juga mengingatkan bahwa kerjasama antara Korea Selatan dan Indonesia dalam penanganan perubahan iklim sangat krusial. Korea Selatan memiliki pengalaman yang baik dalam Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+), dan telah bekerjasama dengan berbagai proyek kehutanan Indonesia.
"Kita punya jaringan global yang bisa kita manfaatkan, tentunya nantinya kita bisa melakukan pengembangan bersama proyek-proyek ODA dengan organisasi internasional terpilih untuk pendanaan yang ditingkatkan dari KOICA/ADB/GCF," kata Chung.