EKBIS.CO, MADIUN -- Permintaan ekspor porang dari berbagai negara di dunia terus meningkat, maka tidaklah mengherankan jika saat ini Porang menjadi salah satu komoditas super prioritas pemerintah untuk meningkatkan nilai ekspor. Porang awalnya tidak dilirik orang karena dianggap sebagai tanaman liar, baru memasuki awal tahun 2000-an saat harganya mulai merangkak naik, petani beramai-ramai mencoba menanam Porang.
Madiun merupakan salah satu dari 263 Kabupaten yang akan difokuskan sebagai
daerah pengembangan Porang. Bahkan sejak tahun 1980-an, petani Madiun khususnya di Desa Klangon sudah akrab dengan Porang.
Lurah Desa Klangon, Saradan, Madiun yang merupakan salah seorang petani porang, Didik Kuswandi mengatakan Porang awalnya tidak dilirik orang karena dianggap sebagai tanaman liar. Baru memasuki awal tahun 2000-an saat harganya mulai merangkak naik, orang beramai-ramai tanam Porang. Terkait dinamika harga porang saat ini, menurutnya harga komoditas porang terbilang dinamis dalam range wajar dan tergantung dengan mekanisme pasar (supply and demand).
“Harga porang Rp 6.000 hingga Rp 7.000 itu adalah wajar dan normal-normal saja, bahkan masih jauh lebih untung dibanding komoditas lain. Bandingkan juga BEP-nya (break even point), jauh lebih rendah," demikian dikatakan Didik di Desa Klangon, Saradan, Madiun, Jumat (3/9), seperti dalam siaran pers.
Lebih lanjut Didik menyebutkan bahwa Porang bukan merupakan komoditas tanaman semusim tapi baru dipanen pada tahun kedua dan seterusnya. Dulu harga porang pernah jatuh rendah yakni Rp 400 perkilogram, Rp 2.000 dan pernah mencapai Rp 4.000 sehingga ia bahagia dan masih menguntungkan dengan dinamika harga porang saat ini.
"Jadi harga saat ini masih menguntungkan. Biasanya petani yang baru terjun berbudidaya porang mengeluh harga karena belum kenal seluk beluk porang, kalau saya sih petani sudah tanam porang ya harga tidak ada masalah, happy-happy saja," ungkapnya.
Didik menuturkan bahwa keunggulan yang dimiliki porang jika dibandingkan dengan komoditas tanaman pangan lainya adalah petani dapat menunda masa panen. Untuk menjaga harga sebaiknya tidak terburu-buru menjual bila harga belum cocok.
"Ini berbeda dengan tanaman lain, porang bisa ditunda panennya dan aman tidak rusak, malah nanti dipanen pada musim berikutnya umbinya semakin besar,“ jelasnya.
Sebagai petani yang telah menanam porang selama 7 tahun sejak orang tuanya memulai pada tahun 1985, Didik mengungkapkan menanam porang merupakan salah satu wujud dalam menjaga kelestarian alam dan menjaga sumber mata air tetap terjaga.
“ Jadi menanam porang adalah mewarisi generasi penerus kita alam yang indah,“ tambahnya
Sementara itu, Ketua Asosiasi Raja Porang Indonesia, Thomas Raja Santosa, mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya terus mendorong para petani porang agar bertani secara sustain dan berskala ekonomi agar industri pengolahannya dapat tumbuh.
Menurutnya konsep dan kebijakan yang telah di buat oleh Kementan harus diterapkan agar pengembangan porang dilakukan dalam kawasan dan terintegrasi dari hulu hingga hilir, serta adanya kepastinya pasar dan off taker (penjamin).
“Kita harus mengkuti petunjuk Pak Presiden dan juga arahan Pak Mentan (Syahrul Yaain Limpo,red) karena sudah jelas dan gamblang. Jangan menanam porang sendiri-sendiri, kurang efisien dan nanti akan kesulitan dalam pasar, “ ungkapnya.
Perlu diketahui, Kementerian Pertanian (Kementan) sesuai arahan Mentan Syahrul Yasin Limpo bertugas untuk menjembatani petani dan industri, mendorong industri baru tumbuh, baik skala kecil maupun UMKM. Untuk menjamin kesinambungan pasar porang baik di dalam maupun di luar negeri, maka tata kelola porang mulai dari hulu hingga hilir harus ditangani dalam wadah ekosistem yang baik dan dalam skala ekonomi.