EKBIS.CO, JAKARTA -- Neraca perdagang Indonesia mengalami defisit dengan Australia. Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, impor produk yang masuk dari Australia saat ini memang tengah dibutuhkan untuk industri dalam negeri dalam kegiatan produksinya.
"Barang yang diimpor dari Australia adalah barang setengah jadi. Artinya, ini sangat penting untuk inovasi industri," kata Lutfi dalam konferensi pers, Rabu (29/9).
Lebih lanjut, ia menjelaskan, harus diakui Indonesia juga mengimpor komoditas dari Australia seperti misalnya daging sapi. Namun, itu semua memang dibutuhkan bagi Indonesia. Di sisi lain, Australia pun mengimpor komoditas dari Indonesia sesuai kebutuhan dalam negeri.
"Jadi ini adalah bagian dari sistem, sehingga kami dapat menggerakkan industri kita bersama-sama. Apa yang kita impor juga sama-sama masih merupakan kebutuhan utama," ujar dia.
Kendali demikian, Lutfi menginginkan agar hubungan dagang antara Indonesia dan Australia terus berkembang hingga perdagangan barang industri berteknologi tinggi. Indonesia, kata Lutfi, ingin agar Australia menjadi mitra dagang yang berkelanjutan dan berperan penting dalam pembangunan ekonomi dalam negeri.
Upaya peningkatan perdagangan kedua negara juga sejalan dengan telah disepakatinya perjanjian dagang lewat Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership (IA-CEPA).
"Kami ingin memastikan bahwa IA-CEPA bukan hanya soal kesepakatan, tapi bertujuan untuk menciptakan kemakmuran bersama," ujar dia.
Mengutip statistik perdagangan Indonesia-Australia, total ekspor Indonesia ke Australia periode Januari-Juli 2021 mencapai 1,85 miliar dolar AS. Adapun total impor pada waktu yang sama mencapai 4,96 miliar dolar AS sehingga tercatat defisit perdagangan sebesar 3,1 miliar dolar AS.
Defisit tersebut mengalami kenaikan dari defisit dagang pada Januari-Juli 2020 yang hanya 1,32 miliar dolar AS. Namun, nilai perdagangan pada tahun lalu juga tengah mengalami penurunan. Di mana, ekspor Indonesia tercatat hanya 1,36 miliar dolar AS sedangkan impor sebesar 2,69 miliar dolar AS.