EKBIS.CO, JAKARTA -- Upaya terobosan dalam pengembangan suku bunga acuan bebas risiko yang sesuai prinsip syariah merupakan tonggak penting dalam memperkuat daya saing industri keuangan syariah. Ini juga persiapan dalam menghadapi dampak penghentian London Interbank Offered Rate (LIBOR) mulai akhir 2021.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti mengatakan pengembangan standardisasi dalam pasar keuangan syariah akan memperkuat pengelolaan likuiditas. Sehingga dapat meningkatkan arus investasi yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi riil.
"Pasar keuangan syariah telah menunjukkan ketahanan yang lebih kuat berdasarkan pengalaman krisis keuangan global sebelumnya," katanya dalam Internasional Seminar virtual bersama International Islamic Financial Market dan International Islamic Liquidity Management (IIFM-IILM), Selasa (26/10).
Hal ini karena praktik keuangan syariah terkait dengan sektor riil, menghindari transaksi berbasis bunga dan berbasis spekulatif. Oleh karena itu, keuangan syariah layak menjadi alternatif baru dan menawarkan model keuangan yang lebih prospektif dalam lanskap ekonomi global.
Destry mengatakan Bank Indonesia terus mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Termasuk dengan mengembangkan berbagai instrumen moneter untuk pasar uang syariah seperti Sukuk Bank Indonesia, FX Term Deposit, fasilitas Wakalah dan fasilitas Repo untuk pengelolaan likuiditas.
Tidak hanya instrumen untuk tujuan komersial, tetapi juga untuk tujuan sosial. Bank Indonesia dan sejumlah institusi seperti Kementerian Keuangan, Badan Wakaf Indonesia dan Kementerian Agama telah bekerja sama untuk meluncurkan Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS).
"Kerja sama tersebut diharapkan dapat mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat global," katanya.