EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2021 tentang Ketentuan Asal Barang Indonesia (Rules of Origin of Indonesia) dan Ketentuan Penerbitan Deklarasi Asal Barang untuk Barang Asal Indonesia dalam Indonesia–EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement.
Permendag tersebut akan mulai berlaku pada 1 November 2021 bersamaan dengan dimulainya implementasi persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Negara-Negara EFTA (IE–CEPA). “Permendag ini diterbitkan sebagai upaya Kemendag untuk memaksimalisasi pemanfaatan fasilitasi ekspor dalam babak baru hubungan Indonesia dengan negara-negara European Free Trade Association (EFTA) yang meliputi Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss,” kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Sabtu (30/10).
Dengan peraturan tersebut, lanjut Lutfi, kelancaran arus barang dan efektivitas pelaksanaan penerbitan Deklarasi Asal Barang (DAB) untuk barang asal Indonesia ke negara-negara EFTA dalam kerangka CEPA diharapkan akan semakin meningkat.
“Pemanfaatan fasilitasi ekspor melalui penggunaan DAB diharapkan dapat mendukung peningkatan akses pasar ke negara-negara EFTA,” katanya.
Ia menyampaikan, negara-negara EFTA merupakan tujuan ekspor nonmigas yang sangat potensial bagi Indonesia. Harapannya, setelah IE–CEPA diimplementasikan pada 1 November mendatang, Indonesia akan segera merasakan dampak pembukaan akses pasar ke negara EFTA.
Persetujuan tersebut akan memberikan manfaat seperti peningkatan akses pasar barang dan jasa termasuk tenaga kerja, fasilitasi arus barang dan kepabeanan, akses promosi penanaman modal, pengembangan sumber daya manusia Indonesia, dan program-program kerja sama ekonomi bagi Indonesia.
Pada periode Januari–Agustus 2021, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan nonmigas dengan negara-negara EFTA sebesar 609,8 juta dolar AS. Itu dihasilkan dari ekspor Indonesia ke EFTA yang mencapai 1,11 miliar dolar AS dan impor Indonesia dari EFTA yang sebesar 504,5 juta dolar AS.
Perdagangan Indonesia ke negara EFTA didominasi Swiss dengan ekspor sebesar 96 persen dari total ekspor Indonesia ke EFTA atau senilai 1,07 miliar dolar AS dan impor sebesar 71 persen dari total impor Indonesia dari EFTA atau senilai 358,9 juta dolar AS.
Komoditas ekspor nonmigas terbesar Indonesia ke negara EFTA pada 2020 meliputi emas, perhiasan, limbah logam, serat optik, dan buldoser. Sementara, impor terbesar Indonesia dari EFTA meliputi bom dan granat, tinta untuk keperluan pencetakan, dan jam tangan.
Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana, menjelaskan, implementasi perjanjian perdagangan tersebut memungkinkan Indonesia memperoleh manfaat dari pemberlakuan tarif preferensi dengan menggunakan Dokumen Keterangan Asal untuk menekan biaya produksi.
Manfaat itu dapat meningkatkan daya saing industri dan menjadikan produk Indonesia lebih kompetitif sehingga berdampak pada peningkatan devisa negara.
Pihaknya juga berharap Permendag ini dapat mendukung produktivitas ekonomi dan keberlangsungan dunia usaha Indonesia terutama pascadarurat Covid-19, serta berharap eksportir dapat memaksimalkan fasilitas dari implementasi kerja sama IE–CEPA.
Selain peningkatan daya saing industri, perjanjian ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui fasilitasi tarif preferensi tersebut. Fasilitas tarif preferensi ke EFTA memberikan dampak positif karena produk Indonesia dapat diterima dan masuk ke pasar EFTA tanpa dikenakan bea masuk.
Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag, Marthin menambahkan, para pelaku usaha perlu mempersiapkan diri dengan menambah pengetahuan tentang ketentuan-ketentuan yang akan berlaku untuk mengekspor ke negara-negara EFTA.
Para pelaku usaha yang akan mengeskpor ke negara-negara EFTA perlu memahami pengaturan-pengaturan dalam perjanjian, khususnya dalam hal pembuatan Deklarasi Asal Barang karena merupakan fasilitas yang paling memudahkan bagi eksportir untuk memanfaatkan tarif preferensi karena dibuat oleh eksportir itu sendiri.
"Dengan begitu, peluang pembukaan akses pasar ke negara-negara EFTA akan dapat dimaksimalkan,” kata Marthin.