EKBIS.CO, Novita intan
JAKARTA -- Ekonom Senior Center Of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan perlambatan kasus COVID-19 yang terjadi saat ini akan mendorong konsumsi rumah tangga tumbuh lebih tinggi ke depannya. Sehingga, hal itu perlu diteruskan oleh pemerintah.
"Kalau kita lihat dari angka pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2021, pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif rendah dibandingkan komponen lain, padahal komponen ini merupakan penyumbang terbesar pada kue perekonomian Indonesia," ujar Yusuf di Jakarta, Jumat (5/11).
Ia berpendapat perlambatan konsumsi rumah tangga terjadi salah satunya karena faktor restriksi mobilitas nasional yang dilakukan pada Juli dan awal Agustus 2021. Akan tetapi seiring dengan pelonggaran di bulan berikutnya, nampaknya belum mampu mendorong konsumsi masyarakat. Karena itu, pemerintah diharapkan bisa menjaga kasus COVID-19 tetap melambat seperti saat ini agar pembatasan kegiatan masyarakat tak kembali diketatkan seperti awal kuartal III lalu.
Selain itu, Yusuf menilai melambatnya konsumsi rumah tangga selaras dengan bantuan pemerintah, terutama untuk kelompok menengah dalam bentuk bantuan sosial tunai (BST) yang hanya disalurkan pada Juli saja untuk periode dua bulan. Setelah itu, bantuan untuk kelompok ini tidak disalurkan oleh pemerintah.
"Hal ini juga terkonfirmasi dari pertumbuhan belanja pemerintah yang juga ikut melambat pada kuartal III, seiring dengan penyesuaian yang dilakukan dalam beberapa pos belanja pemerintah, termasuk di dalamnya bantuan sosial," katanya.
Namun demikian ia menuturkan komponen yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yaitu Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan komponen investasi, selaras dengan realisasi investasi yang tercatat oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sehingga kondisi tersebut perlu dipertahankan di kuartal berikutnya dengan menjaga komitmen investasi yang ingin direalisasi. Di sisi lain penanganan pandemi dengan cara mendorong anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) kesehatan juga perlu terus ditingkatkan oleh pemerintah.
"Harapannya penanganan pandemi yang lebih baik dapat menjaga ekspektasi pemulihan ekonomi oleh masyarakat, sehingga pada muaranya bisa mendorong tingkat konsumsi masyarakat ke pertumbuhan yang lebih tinggi," ujarYusuf.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III 2021 tumbuh 1,03 persen. Adapun realisasi ini lebih rendah dari capaian pada kuartal II 2021 sebesar 5,96 persen.
Ketua BPS Margo Yuwono mengatakan pertumbuhan sebesar 1,03 persen dibentuk oleh sejumlah komponen yakni penjualan eceran komoditas makanan, minuman, dan tembakau. "Konsumsi rumah tangga tumbuhnya tipis 1,03 persen, mengalami perlambatan dari kuartal II 2021 tumbuh 5,96 persen," ujarnya saat konferensi pers virtual, Jumat (5/11).
Sedangkan komoditas sandang, suku cadang dan aksesoris, serta peralatan informasi dan telekomunikasi mengalami kontraksi masing-masing sebesar 14,27 persen, sebesar 9,29 persen, dan sebesar 32,38 persen. Selain itu, jumlah penumpang kereta api dan pesawat domestik dan internasional juga mengalami kontraksi. Tercatat kontraksi penumpang angkutan rel sebesar 40,10 persen dan penumpang pesawat sebesar 23,3 persen.
Meski begitu nilai transaksi uang elektronik, kartu debit dan kartu kredit tumbuh 9,42 persen. Adapun capaian ini meningkat dibandingkan tahun lalu pada kuartal III 2020 yang mengalami kontraksi 8,75 persen.
Margo menyebut melemahnya konsumsi rumah tangga berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Pada kuartal III 2021 ekonomi tumbuh 3,51 persen secara tahunan (year on year/yoy). Angka tersebut melambat jika dibandingkan dengan kuartal II 2021 sebesar 7,07 persen (yoy).