Senin 29 Nov 2021 20:05 WIB

Aplikasi Didi, Ditutup di China, Diminta Delisting dari AS

Regulator China menyebut aplikasi transportasi online Didi mengumpulkan data ilegal.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani / Red: Dwi Murdaningsih
Aplikasi taksi online di China, Didi. Regulator China menyebut aplikasi transportasi online Didi mengumpulkan data konsumen secara ilegal.
Foto:

Baik Didi maupun CAC belum menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Orang-orang tersebut menolak untuk disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang untuk berbicara kepada media.

Bloomberg pertama kali melaporkan permintaan regulator bagi Didi untuk delisting pada Jumat (26/11). Saham investor Didi, SoftBank Group Corp dan Tencent Holdings masing-masing turun lebih dari lima persen dan 3,1 persen menyusul laporan tersebut.

SoftBank Vision Fund memiliki 21,5 persen dari Didi, diikuti oleh Uber Technologies Inc dengan 12,8 persen dan Tencent 6,8 persen, menurut pengajuan pada Juni oleh Didi.

Jika privatisasi berlanjut, pemegang saham kemungkinan akan ditawari setidaknya harga IPO 14 dolar AS per saham. 

Didi bertabrakan dengan otoritas China ketika terus maju dengan listing di New York, meskipun regulator mendesaknya untuk menunda. Sebab, tinjauan keamanan siber terhadap praktik datanyaoleh otoritas belum selesai.

Segera setelah itu, CAC meluncurkan penyelidikan terhadap Didi atas pengumpulan dan penggunaan data pribadinya. CAC mengatakan data dikumpulkan secara ilegal.

Didi menanggapi pada saat itu dengan mengatakan telah berhenti mendaftarkan pengguna baru dan akan membuat perubahan untuk mematuhi aturan tentang keamanan nasional dan penggunaan data pribadi dan akan melindungi hak-hak pengguna.

Raksasa teknologi dan internet dalam cengkraman China

Raksasa teknologi China berada di bawah pengawasan ketat negara atas perilaku anti-monopoli dan penanganan data konsumen mereka yang luas. Pemerintah China mencoba untuk mengendalikan dominasi mereka setelah bertahun-tahun mengalami pertumbuhan yang tak terkekang.

 

Saat ini, China juga memperketat cengkeramannya pada platform internet. Hal tersebut dilakukan untuk melumpuhkan persaingan, penyalahgunaan data konsumen, dan pelanggaran hak-hak konsumen.

Regulator pasar China pada Sabtu (20/11) mengenakan denda kepada perusahaan teknologi raksasa termasuk Alibaba, Baidu, dan JD.com. Hal tersebut dilakukan karena ketiga perusahaan tersebut tidak merealisasikan 43 kesepakatan yang dibuat pada 2012 sesuai dengan Undang-undang Anti Monopoli.

Pada Desember 2020, China juga menetapkan denda kepada Alibaba, China Literature yang didukung Tencent, dan Shenzhen Hive Box. Masing-masing dikenakan denda hingga 500 ribu yuan karena tidak melaporkan kesepakatan masa lalu dengan benar untuk tinjauan antimonopoli.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement
Advertisement
Advertisement