EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terus mendorong BUMN meningkatkan hilirisasi. Erick tak ingin melimpahnya sumber daya alam (SDA) justru menjadi bahan bagi pertumbuhan negara lain.
"BUMN sebagai sepertiga dari kekuatan ekonomi Indonesia, kita melakukan penyeimbangan dan intervensi. Jadi, di sini saya bilang, sudah waktunya kita menjadi sentra pertumbuhan ekonomi dunia yang berdasarkan roadmap atau blueprint yang Indonesia punya, bukan yang negara lain punya," ujar Erick saat Orasi Ilmiah bertajuk "Peranan BUMN dalam Hilirisasi Hasil-hasil Inovasi Teknologi" di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (11/12).
Erick menyebut negara Asia Tenggara lain melakukan ekspor barang yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan Indonesia yang masih mengandalkan ekspor raw material atau bahan mentah. Hal ini berbeda dengan ekspor Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina, yang didominasi barang jadi dan setengah jadi.
"Kita bisa lihat bagaimana kita ini masih mengimpor 50 persen raw material, jadi hilirisasi belum maksimal," ucap Erick.
Erick mengaku terus mendorong transformasi BUMN agar siap menghadapi pasar global. Contohnya MIND ID yang melakukan hilirisasi SDA dengan gasifikasi batubara menjadi gas DME untuk mengurangi impor LPG serta mendorong eksplorasi dan pengolahan nikel sebagai salah satu bahan utama manufaktur baterai listrik.
Erick mengatakan transformasi dan hilirisasi menjadi kekuatan Indonesia ke depan. Erick tak ingin Indonesia mengulangi kegagalan Brasil yang sempat diproyeksikan sebagai negara dengan pusat pertumbuhan dunia.
"Brasil hari ini ini tidak maksimal karena tidak melakukan perbaikan investasi di sumber daya manusia, tidak investasi riset dan penelitian, tidak modernisasi manufakturnya, dan struktur ekonomi tidak maksimal," lanjut Erick.
Erick menyebut peningkatan riset dan inovasi berbasis teknologi menjadi keharusan di era disrupsi. Faktanya, ucap Erick, tujuh dari sepuluh perusahaan terbesar di Amerika Serikat saat ini merupakan perusahaan berbasis teknologi.
Erick menyampaikan akselerasi digitalisasi menjadi keharusan bagi Indonesia dalam menghadapi gelombang pertama dan kedua disrupsi.
"Tapi jangan takut, kita punya pasar di Asia Tenggara terbesar. Kita masih tumbuh terus sampai 2045, namun ingat nanti di 2038 kita sudah mulai lampu kuning ketika pertumbuhan melambat dan demografi berubah dengan lebih banyak usia tua," kata Erick.