EKBIS.CO, BOGOR -- Pertanian berbasis digital kini semakin didorong oleh pemerintah. Era digitalisasi menjadikan peluang yang baik untuk meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian di Indonesia.
Prof Yandra Arkeman, Guru Besar Teknik Optimasi IPB University menjelaskan bahwa pertanian modern di era industri 4.0/5.0 seharusnya dapat menarik generasi muda untuk menjadi petani milenial. Berdasarkan data Bappenas tahun 2021, petani diprediksi akan menghilang pada tahun 2063. Jika hal ini terjadi, penduduk dunia akan kebingungan untuk mendapatkan pangan.
Hal ini sepatutnya menjadi renungan bersama agar generasi muda bersemangat untuk turut membangun pertanian.
Ia menyampaikan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam acara Bincang Tani Askara “Menuju Pertanian Cerdas Berbasis Digital” yang digelar oleh Program Studi Ilmu Komunikasi Telkom University pekan lalu.
Menurutnya, tantangan bagi sektor pertanian kini adalah semakin berkurangnya pengusaha-pengusaha pertanian sementara pertumbuhan penduduk terus meningkat. Keadaan ini dapat menimbulkan krisis pangan. Aktor utamanya, yakni petani, juga semakin miskin sedangkan kebutuhan pangan semakin meningkat. Hal ini dapat menyebabkan rantai pasok pangan yang mungkin terputus.
Ahli kecerdasan buatan dan block chain ini menjelaskan bahwa generasi milenial harus memiliki pandangan baru terhadap pertanian. Pertanian itu sejatinya profesi yang sangat keren. Kini, teknologi industri 4.0 yang didukung oleh robot dan kecerdasan buatan, semakin memudahkan proses pertanian. Dengan pengelolaan yang baik, hasilnya juga semakin menguntungkan.
“Menjadi petani tidaklah harus selalu kotor dan memusingkan. Teknologi ini harus dimanfaatkan dan seharusnya diterapkan di pertanian sehingga menjadi daya tarik untuk generasi milenial,” ungkapnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Ia menilai bahwa perkembangan digitalisasi pertanian menjadi jawaban akan keraguan generasi muda terhadap profesi pertanian. Pertanian cerdas dengan pertanian digital ini didorong oleh konsep Agromaritim 5.0 dengan menerapkan analisis big data. Konsep ini dikembangkan oleh IPB University.
“Agromatim 5.0 secara perlahan mengubah konvesional farming menjadi pertanian modern yang terintegrasi dan presisi. IPB University terus mendorong penerapannya dalam lima hingga 10 tahun ke depan. Melalui konsep ini, pertanian yang cerdas semakin didorong dengan teknologi IoT (internet of things) dan kecerdasan buatan,” imbuhnya.
Dengan konsep ini, lanjutnya, berbagai produk pertanian didorong untuk memiliki nilai tambah yang tinggi. Generasi muda harus memiliki kreativitas agar dapat mendorong majunya pertanian. Karena pertanian modern tidak hanya mencakup panen namun menciptakan ekosistem pertanian yang menguntungkan dengan nilai tambah.
“Proses hulu hilir di masa depan harus menggalakkan teknologi cerdas. Di IPB University telah diupayakan agar dosen dan mahasiswa melalui penelitian dan komunitas terus mengembangkan teknologi cerdas untuk diaplikasikan di pertanian,” sebutnya. Ia berharap para mahasiswa Indonesia dapat menjadi digital talent di masa datang.