Selasa 21 Dec 2021 14:35 WIB

Petani Cabai: Hasil Produksi Rusak karena La Nina

Meski musim panen akan tiba bulan depan, harga cabai belum pasti akan turun

Rep: dedy darmawan nasution/ Red: Hiru Muhammad
Petani memanen cabai rawit di Desa Porame, Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (20/12/2021). Harga cabai rawit mengalami kenaikan dari Rp20 ribu menjadi Rp85 ribu hingga Rp100 ribu per kilogram yang disebabkan terjadinya gagal panen di sejumlah daerah penghasil cabai serta meningkatnya permintaan menjelang Natal dan Tahun Baru 2022.
Foto: ANTARA/Basri Marzuki
Petani memanen cabai rawit di Desa Porame, Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (20/12/2021). Harga cabai rawit mengalami kenaikan dari Rp20 ribu menjadi Rp85 ribu hingga Rp100 ribu per kilogram yang disebabkan terjadinya gagal panen di sejumlah daerah penghasil cabai serta meningkatnya permintaan menjelang Natal dan Tahun Baru 2022.

EKBIS.CO, JAKARTA--Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) mengungkapan hasil panen cabai saat ini tengah turun karena banyak cabai rusak akibat terkena hujan selama iklim La Nina. Di satu sisi, kualitas penanaman cabai saat ini tengah menurun yang menyebabkan jumlah hasil panen tidak maksimal. "Kebanyakan cabai rusak, jadi layu dan rontok karena La Nina yang sangat kuat," kata Ketua AACI, Abdul Hamid, Selasa (21/12).

Ia menuturkan, hasil produksi cabai saat ini kebanyakan bersumber dari sentra-sentra cabai dataran rendah. Sementara untuk sentra utama dari dataran tinggi akan masuk musim panen pada Januari 2022 mendatang. Di antaranya seperti Tuban, Kediri, dan Blitar.

Baca Juga

Namun, meski musim panen akan tiba bulan depan, harga cabai yang saat ini tengah melonjak belum dapat dipastikan akan turun. Pasalnya, La Nina diprediksi berlangsung hingga Februari mendatang. Curah hujan akan sangat menentukan hasil produksi cabai di awal tahun depan.

Abdul menyampaikan, harga cabai rawit merah dari petani saat ini tembus hingga Rp 80 ribu-Rp 85 ribu per kilogram (kg). Cabai merah keriting di kisaran Rp 25 ribu per kg sedangkan cabai merah besar sekitar Rp 17 ribu per kg.

Abdul pun mengungkapkan, tidak maksimalnya hasil panen saat ini karena kualitas dalam proses penanaman cabai sebelumnya menurun. Itu disebabkan biaya komponen produksi yang naik. "Seperti pupuk yang harganya sangat mahal. Biasanya Rp 400 ribu per karung, sekarang jadi Rp 750 ribu per karung. Belum lagi biaya obat-obatan," katanya.

AKibat komponen produksi yang mahal, banyak petani mengurangi komponen produksi seperti pupuk karena menyesuaikan kemampuan modal. Hal itu lantas berdampak pada hasil panen yang diperoleh."Jadi memang masalah panen ditambah biaya untuk produksi ini tidak semakin terkejar. Penambahan luas tanam itu besar, tapi hasil panen rendah sekali," katanya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement