EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan inflasi akan menjadi tantangan pada tahun ini. Kenaikan harga komoditas energi dan pangan akhir-akhir ini telah menyebabkan inflasi.
Per Desember 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi bulanan naik 0,57 persen dan 1,87 persen secara tahunan, tertinggi sejak pandemi. Kenaikan inflasi pun diperkirakan akan berlanjut pada 2022.
"Kalau harga barang secara umum naik akan menggerus nilai uang," kata Bhima, Rabu (12/1/2022).
Untuk itu, lanjut Bhima, mencari aset yang memberi keuntungan lebih tinggi sangat diperlukan untuk menjaga nilai aset dari penyusutan. Inflasi meningkat serta tekanan kenaikan suku bunga acuan akan membuat orang mencari return yang lebih menarik.
Menurut Bhima, salah satu instrumen investasi yang menarik pada 2022 adalah surat utang. Instrumen ini memberikan imbal hasil yang lebih baik dibandingkan deposito. Imbal hasil surat utang pemerintah diperkirakan akan naik pada semester kedua 2022 dengan besaran 25-50 bps.
"Kita memang masih wait and see dari kebijakan The Fed khususnya dan respons dari Bank Indonesia. Tapi ada opportunity investasi di surat utang pemerintah memberikan return yang menarik," kata Bhima.
Tidak hanya itu, instrumen investasi yang juga bisa memberikan keuntungan menarik yaitu saham. Bhima melihat beberapa saham terbukti memiliki kemampuan untuk bangkit dan prospek yang cukup baik. Beberapa sektor yang menunjukkan pemulihan yaitu komoditas dan manufaktur.
Selain itu, sektor yang juga paling cepat merespons pemulihan konsumsi adalah retail maupun perdagangan. Dengan analisa yang jeli, saham-saham dari kedua sektor ini bisa juga memberikan keuntungan yang lebih baik.
"Jadi beberapa emiten saham juga menarik untuk dikoleksi. Ini adalah waktu untuk berfikir apakah return aset kita mampu mengalahkan inflasi," tutur Bhima.