EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan, tingginya harga minyak goreng saat ini merupakan anomali akibat pandemi, sehingga kebutuhan minyak nabati dunia pasokannya terganggu. Jadi dijelaskan, penyebab utama yang harus diperbaiki yakni ketergantungan minyak goreng domestik terhadap harga Crude Palm Oil (CPO) internasional.
"Silahkan naik berapa pun, karena itu termasuk kenaikan harga CPO internasional berkah bagi ekspor kita. Hanya saja gara-gara pandemi ada krisis dan sebagainya, pemerintah yang selama ini adem ayem, harga minyak goreng domestik nggak boleh ketergantungan harga CPO internasional," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan dalam diskusi virtual yang digelar Indef, Kamis (3/2).
Ia mengakui, pemerintah kebablasan membiarkan harga minyak goreng bergantung pada harga CPO internasional. Dirinya menegaskan, pemerintah kini berupaya melepas ketergantungan harga minyak goreng terhadap harga CPO internasional.
Sejumlah kebijakan pun dilakukan, di antaranya kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). "Posisinya sekarang tidak bisa menunggu lama, harus ditindaklanjuti dengan banyak pertimbangan. Kami juga sudah siapkan berbagai policy lainnya, manakala ini tidak bisa jalan," tegas Oke Nurwan.
Pemerintah, lanjutnya, tidak bisa menunggu membenahi dari hulu ke hilir dahulu ataupun temuan mengenai dugaan kartel di industri minyak goreng. "Karena ibu-ibu tidak bisa menunggu. Ibu-ibu harapannya berangkat terus dapat minyak goreng," kata dia.
Oke Nurwan pun meminta para petani sawit tidak khawatir. Hal itu karena, berbagai kebijakan stabilisasi minyak goreng yang digelontorkan tak akan mengganggu petani.
"Jadi masyarakat diharapkan tidak panik. Saya cukup optimis kebijakan DMO DPO akan berjalan baik," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, minyak goreng bukan bukan persoalan sederhana. Penyelesaiannya, kata dia, tergantung kebijakan lain di luar Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag).
"Artinya seluruh kebijakan bukan hanya (soal) demand. Melainkan apa yang dilakukan dari sisi kebijakan di Indonesia sangat sensitif dan berpengaruh ke harga internasional," ujarnya dalam diskusi virtual yang digelar Indef, Kamis (3/2).
Ia menuturkan, ketika Permendag dikeluarkan, harga Crude Palm Oil (Oil) atau minyak sawit langsung naik 5.500 ringgit Malaysia. "Adanya kebijakan itu saja seolah suplai ke internasional ada perubahan direspon dengan harga tinggi," kata dia.
Dalam beberapa tahun terakhir, ujar Tauhid, tampaknya tren harga CPO tidak akan turun. Maka ke depannya akan berhadapan dengan rezim baru harga CPO yang tidak lagi murah seperti dulu.
Ia menegaskan, masyarakat akan merasakan dampak harga CPO internasional. "Proyeksi ekonomi dunia memang penyebab harga CPO terkerek naik, karena berimplikasi luas terhadap pergerakan harga TBS (Tandan Buah Segar) bergerak seiring CPO, walau harga jauh berbeda," jelasnya.
Pertanyaan publik kemudian, sambung dia, Permendag terkait Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) akan efektif atau tidak. "Kami lihat ini satu kebijakan cukup rumit, sekarang harga (minyak goreng) diturunkan tapi barang sulit sekali di lapangan," ujar Tauhid.
Baginya itu masalah serius, sebab tidak ada barang di lapangan. Di pasar ritel pun tidak tersedia, distributor minyak goreng juga tidak ada. "Industri CPO masih kesulitan dengan pemyesuaian harga yang butuh diterjemahkan lebih lanjut," tutur dia.
Sementara kondisi di lapangan, stok minyak goreng kemasan menipis dan minyak goreng curah mengalami kekosongan di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Indramayu. Polisi pun akan menyelidiki kondisi tersebut.
Kondisi itu terlihat saat petugas gabungan menggelar inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah lokasi, Kamis (3/2). Di salah satu toko grosir di Kecamatan Widasari, petugas menemukan ada 38 dus minyak goreng. Sedangkan di rak penjualan, tidak ada satupun minyak goreng yang tersedia.
Kepada petugas, pemilik toko grosir itu menyatakan cukup sulit untuk memperoleh stok minyak goreng. Dia bahkan harus memesan jauh-jauh hari agar bisa memperoleh barang.
"Ini kemarin baru datang, cuma dapat beberapa dus. Dan ini sudah ada yang pesan, mau dikirim," katanya.
Hal yang sama juga terlihat di Pasar Jatibarang, Kecamatan Jatibarang. Di sejumlah toko, stok minyak goreng kemasan yang tersisa hanya tinggal sedikit.
Bahkan untuk minyak goreng curah, di sejumlah toko di Pasar Jatibarang sudah tidak ada. Petugas bahkan sampai menggoyang-goyangkan drum penyimpanan minyak goreng curah untuk memastikan isi drum benar-benar kosong.
Sementara itu, meski stoknya menipis, namun para pedagang diketahui sudah menerapkan harga jual sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) baru yang ditetapkan pemerintah. Yakni, untuk minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14 ribu per liter.
Kasi Kerawanan Pangan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Indramayu, Imam Mahdi, mengatakan, dalam sidak tersebut pihaknya menemukan mayoritas pedagang hanya menjual minyak goreng kemasan. Namun, itupun stoknya terbatas.
Imam menambahkan, walau stoknya terbatas, namun Imam menilai stok minyak goreng kemasan cukup aman. Para pedagang juga sedang memesan lagi kepada produsen meski memang belum dikirim.
"Untuk minyak goreng curah, tadi di toko-toko tidak ada," kata Imam, di sela kegiatan sidak di sejumlah toko dan pasar di Kabupaten Indramayu.
Imam menyatakan, kegiatan sidak itu dilakukan sebagai upaya dini untuk mengetahui ketersediaan komoditas pangan, terutama minyak goreng, di pasaran. Pihaknya pun akan melaporkan hasil sidak tersebut kepada bupati Indramayu.