EKBIS.CO, JAKARTA--Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus mendorong transformasi dan inovasi dalam menjadi katalisator pertumbuhan perekonomian Indonesia pada 2045.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan Indonesia akan menjadi negara yang mendominasi kekuatan ekonomi dunia. Berdasarkan sejumlah riset, ucap Erick, Indonesia diprediksi akan menduduki peringkat keempat negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
"Hal ini sejalan dengan arahan bapak Presiden Joko Widodo yang mengatakan Indonesia akan menjadi top 4 kekuatan ekonomi dunia pada 2045 dengan lebih dari 50 persen penduduk usia produktif," ujar Erick dalam Konvensi Nasional Media Massa di Jakarta, Senin (7/2).
Untuk mencapai tujuan tersebut, lanjut Erick, Indonesia harus melewati tiga tantangan yang terjadi saat ini yakni tantangan pasar global dengan terganggunya rantai pasok dunia akibat pandemi, tantangan disrupsi digital, dan tantangan dari sektor kesehatan.
Erick menyampaikan pemerintah bakal meningkatkan investasi pada infrastruktur digital. Hal ini merupakan langkah antisipasi dalam menghadapi gelombang kedua disrupsi digital. Berbeda dengan gelombang pertama disrupsi digital yang hanya terjadi pada sektor retail, makanan dam minuman, serta transportasi, Erick menyebut sektor industri dalam gelombang kedua disrupsi digital jauh lebih banyak, seperti keuangan, kesehatan, asuransi, pendidikan, hingga media, yang beberapa di antaranya sudah mulai terjadi.
Erick menyebut gelombang kedua disrupsi digital dalam tiga tahun memiliki potensi nilai sebesar 90 miliar dolar AS. Erick mengatakan ekonomi digital Indonesia pada 2025 diproyeksikan mencapai 124 miliar dolar AS dan berkontribusi 10 persen terhadap PDB Indonesia pada 2025."Pandemi mendorong perubahan perilaku konsumen dan masyarakat untuk melakukan digitalisasi," ucap Erick.
Berdasarkan data Startup Indonesia, ungkap Erick, jumlah mobile connnections mencapai 345,3 juta atau 125,6 persen dari total penduduk dan 202,6 juta internet users atau 73,7 persen dari total penduduk.
Erick mengatakan era disrupsi digital tak hanya sebagai tantangan, melainkan juga merupakan peluang. Kata Erick, kehadiran teknologi mengubah banyak hal, termasuk struktur orang terkaya atau perusahaan terbesar di dunia.
Erick mencontohkan tujuh dari sepuluh perusahaan terbesar di Amerika Serikat (AS) kini datang dari perusahaan teknologi berdasarkan market cap seperti Apple, Microsoft, Google, Amazon, hingga Facebook. Hal ini berbeda dengan beberapa tahun silam yang mana didominasi perusahaan yang bergerak di industri minyak dan energi.
Erick menilai gelombang disrupsi justru menjadi kesempatan bagi para generasi muda untuk tampil sebagai pengusaha-pengusaha kaya baru di Indonesia. Erick mengaku senang dengan antusias generasi muda Indonesia yang bercita-cita menjadi pengusaha. Berdasarkan sebuah riset, ucap Erick, 70 persen generasi muda ingin menjadi pengusaha. "Kalau lihat data, jumlah wirausaha Indonesia hanya 3,5 persen dan jauh dibandingkan negara-negara maju yang sebesar 10 persen sampai 14 persen," ungkap Erick.
Menurut Erick, generasi muda harus menyiapkan diri memiliki kemampuan dan pola pikir digital mengingat Indonesia memerlukan 17,5 juta tenaga kerja yang melek teknologi pada 2034.
Pemerintah, ucap Erick, menyadari pentingnya keberpihakan dalam investasi digital, investasi kepada generasi muda, dan investasi dalam teknologi manufaktur. Hal ini berkaca dari Brasil yang diprediksi tumbuh luar biasa namun gagal karena tidak berinvestasi pada generasi muda, teknologi, serta penelitian dan pengembangan.
Indonesia, kata Erick, harus memanfaatkan momentum lantaran memiliki market besar sebagai negara dengan populasi terbesar keempat yang mana 70,72 persen penduduk berada pada usia produktif. Erick menyebut Indonesia juga diproyeksikan sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan keempat terbesar dunia pada 2045.
Erick menilai Indonesia jangan terus bergantung pada melimpahnya sumber daya alam (SDA) dan market yang besar, tanpa mengembangkan knowledge based economy.
"Pertumbuhan ekonomi itu berdasarkan human capital, manusianya, yang bisa menciptakan inovasi sehingga pertumbuhan ekonomi terus terjadi. Kita perlu knowledge based economy, kita perlu 17,5 juta tebaga kerja yang melek teknologi, dan kita perku pengusaha-pengusaha baru yang mengerti teknologi," kata Erick menambahkan.