Volatility atau volatilitas, pasti sudah tidak asing bagi investor. Volatility biasanya sering terjadi di pasar saham maupun valas (valuta asing).
Keduanya memiliki volatility yang tinggi. Pergerakan harga saham dan valas atau mata uang asing sangat cepat, bahkan dalam hitungan detik dan menit saja.
Baca Juga: Prospektus – Pengertian, Contoh, Isi, dan Cara Membacanya
Pengertian Volatility
Volatility
Volatility adalah perubahan naik turunnya harga secara cepat dalam periode waktu yang pendek karena dipengaruhi sejumlah faktor.
Faktor yang memengaruhi volatility, antara lain:
1. Faktor ekonomi nasional dan global
Dalam hal ini, meliputi kebijakan pajak dan suku bunga dapat secara signifikan berkontribusi pada perubahan arah pasar dan sangat memengaruhi volatility. Contoh, bank sentral menetapkan suku bunga acuan atau suku bunga pinjaman, pasar saham pasti akan bereaksi keras.
2. Perubahan tren inflasi, serta faktor industri dan sektor
Faktor industri dan sektor juga dapat mengakibatkan volatility atau volatilitas pasar jangka panjang. Misalnya karena pasokan kelapa sawit berkurang menyebabkan harga minyak goreng di pasar naik, sehingga pada bisa ikut mengerek harga saham emiten perkebunan sawit atau sektor terkait lainnya.
3. Faktor permintaan dan penawaran
Faktor lain penyebab volatility adalah permintaan dan penawaran. Saat permintaan naik, harga saham misalnya menjadi naik, tetapi jika permintaan turun, harga ikut turun. Namun ketika naik turunnya harga ini sudah sangat tinggi dan frekuensinya sering, maka menjadi volatile.
Keuntungan Volatility untuk Trading
Dilansir dari Investopedia, volatility sering dikaitkan dengan risiko investasi. Yang akan berpengaruh pada tingkat imbal hasil investasi.
Semakin tinggi volatility atau volatilitas, semakin berisiko untuk keamanan modal investor atau trader. Misalnya, ketika pasar saham naik dan turun lebih dari 1% selama periode waktu yang berkelanjutan, maka disebut volatility pasar atau pasar bergejolak.
Sedangkan volatility yang rendah, menunjukkan bahwa harga tidak bergerak secara dramatis, dan cenderung lebih stabil. Volatility memang dapat menghadirkan risiko investasi signifikan.
Namun ketika volatility dimanfaatkan dengan benar, justru dapat menghasilkan keuntungan atau cuan besar jangka pendek dengan swing trading. Swing trading adalah strategi jual beli saham untuk memperoleh keuntungan hanya dalam hitungan hari atau minggu.
Trader dapat menggunakan indikator, seperti indeks kekuatan, volume, serta level support dan resistance yang mapan. Trader harian fokus pada volatilitas yang terjadi setiap detik atau menit. Bagi mereka, tidak ada volatility, berarti tidak ada keuntungan.
Saat harga bergerak bolak balik, trader harian dapat menggunakan pla grafik dan indikator teknis lain untuk membantu menentukan harga tertinggi dan terendah.
Sementara swing trader berkonsentrasi pada periode waktu yang lebih lama, misalnya harian atau mingguan. Tetapi volatility masih menjadi landasan strategi mereka.
Dengan memakai indikator, seperti indeks kekuatan, Bollinger Bands, volume, level support dan resistance, swing trader dapat memilih titik pembalikan potensial. Mereka dapat membeli saham karena harga mendekati titik terendah, kemudian menjual pada saat mendekati harga tertinggi.
Baca Juga: Cut Loss Saham - Arti, Contoh, dan Cara Menentukannya
Cara Menghitung Volatility
Cara Menghitung Volatility
Ada beberapa cara untuk menghitung volatility, yakni dengan koefisien beta, model penetapan harga opsi, varians, dan standar deviasi pengembalian. Namun yang paling sering digunakan untuk menghitung volatility adalah varians dan standar deviasi.
Contoh kasus:
Harga penutupan saham bulanan emiten ABCD USD 1 sampai USD 10
- Bulan pertama USD 1
- Bulan kedua USD 2
- Bulan ketiga USD 3
- Bulan keempat USD 4
- Bulan kelima USD 5
- Bulan keenam USD 6
- Bulan ketujuh USD 7
- Bulan kedelapan USD 8
- Bulan kesembilan USD 9
- Bulan kesepuluh USD 10.
Cara menghitung volatility-nya:
1. Temukan rata-rata dari kumpulan data
Yaitu dengan menambahkan setiap nilai dan kemudian membaginya dengan jumlah nilai.
= USD 1 + USD 2 + USD 3 + USD 4 + USD 5 + USD 6 + USD 7 + USD 8 + USD 9 + USD 10
= USD 55
Rata-rata harga saham = USD 55 : 10
= USD 5,5.
2. Hitung selisih setiap nilai data dan rata-ratanya (penyimpangan/deviasi)
- USD 10 – USD 5,5 = USD 4,5
- USD 9 – USD 5,5 = USD 3,5
- USD 8 – USD 5,5 = USD 2,5
- USD 7 – USD 5,5 = USD 1,5
- USD 6 – USD 5,5 = USD 0,5
- USD 5 – USD 5,5 = - USD 0,5
- USD 4 – USD 5,5 = - USD 1,5
- USD 3 – USD 5,5 = - USD 2,5
- USD 2 – USD 5,5 = - USD 3,5
- USD 1 – USD 5,5 = - USD 4,5.
3. Kuadratkan deviasinya. Ini akan menghilangkan nilai negatifnya
- (USD 4,5) 2 = USD 20,25
- (USD 3,5) 2 = USD 12,25
- (USD 2,5) 2 = USD 6,25
- (USD 1,5) 2 = USD 2,25
- (USD 0,5) 2 = USD 0,25
- (- USD 0,5) 2 = USD 0,25
- (- USD 1,5) 2 = USD 2,25
- (- USD 2,5) 2 = USD 6,25
- (- USD 3,5) 2 = USD 12,25
- (- USD 4,5) 2 = USD 20,25.
4. Tambahkan deviasi kuadrat bersama-sama
= USD 20,25 + USD 12,25 + USD 6,25 + USD 2,25 + USD 0,25 + USD 0,25 + USD 2,25 + USD 6,25 + USD 12,25 + USD 20,25
= USD 82,5.
5. Bagi jumlah deviasi kuadrat dengan jumlah nilai data
Varians = USD 82,5 : 10
= USD 8,25.
6. Temukan simpangan baku atau standar deviasi
Simpangan baku = USD 2,87 (akar kuadrat dari USD 8,25)
Kesimpulannya:
Harga saham ABCD menyimpang dari harga rata-rata sahamnya sebesar USD 2,87.
Standar deviasi adalah perhitungan variabilitas yang menentukan lebar sebuah kurva distribusi normal. Dalam distribusi normal, sebaran data atau kejadian adalah:
- 68% berada dalam standar deviasi -1σ hingga +1σ
- 95% berada dalam standar deviasi -2σ hingga +2σ
- 99% berada dalam standar deviasi (-3σ hingga +3σ).
Distribusi normal dapat dipakai untuk menganalisa harga saham, apakah harga tersebut sering terjadi atau malah jarang terjadi. Semakin jauh dari standar deviasinya, harga saham dapat dikatakan jarang terjadi atau langka.
Baca Juga: Cara Membuat Trading Plan Saham yang Mudah
Tips Trading Saham saat Pasar Volatility
Tips trading saham saat pasar volatility
Tips trading saham saat pasar volatility seperti dipaparkan Tung Desem Waringin, seorang motivator dan pengusaha sukses, dikutip dari detik finance.
1. Trading saat sudah yakin
Saat terjadi volatility, trader cenderung bernafsu untuk melakukan trading beli atau jual untuk memperoleh keuntungan besar.
Tetapi di balik itu, ada potensi kerugian yang besar pula. Jadi sebelum memasang order, pertimbangkan dulu kemampuan mental dan finansialmu.
2. Hati-hati dalam analisis teknikal
Berhati-hatilah dalam menginterprestasikan analisis teknikal, sebab banyak indikator Analisis Teknikal yang tidak bisa diandalkan, terutama bila basisnya lebih ke tren.
Sebab saat tren sedang liar, keadaannya akan sangat dinamis, di mana sebentar terlihat bullish dan sebentar lagi terlihat bearish.
3. Gunakan leverage yang rendah
Tragis sekali rasanya jika sampai rugi di pasar yang volatile. Agar terhindar dari kemungkinan itu, untuk para trader saham jangan gunakan margin yang terlalu besar. Bahkan lebih baik lagi jika tidak menggunakan margin yang disediakan broker sama sekali.
Jadi pertimbangkanlah untuk mengurangi jumlah lot, karena dengan jumlah lot yang lebih kecil, kamu bisa memasang level stop loss lebih lebar sebagai antisipasi terhadap swing harga yang lebih lebar.
4. Pasang stop loss level
Melihat harga yang bergerak naik turun di pasar, membuat para trader tidak mau memasang stop loss level, karena menurut mereka harga pasti bergerak kembali ke level semula.
Sayangnya langkah tersebut kurang bijak bila dilakukan. Sebab, siklus di pasar yang volatility, setiap kali support dan resistance tertembus, harga akan bergerak lebih kencang.
Dengan begitu, potensi kerugian juga semakin besar. Jadi bagi para trader rajin-rajinlah memasang stop loss.
Volatility Bukan Sesuatu yang Harus Dihindari
Volatility di pasar saham, pasar forex atau valas bukanlah sesuatu yang harus ditakuti dan dihindari. Investor atau trader yang cerdas pasti akan memanfaatkan momen volatility untuk menghasilkan keuntungan.
Lakukan analisis fundamental dan teknikal, sehingga dapat diprediksi kapan saham akan menghabiskan pelemahannya dan kembali naik. Pun ketika terjadi penguatan, pasti ada ujungnya.
Peluang ini yang harus diincar. Misalnya untuk membeli saham perusahaan yang memiliki fundamental bagus, ketika harganya rendah. Kemudian menunggu rebound, lalu saham dijual dan mencetak cuan.
Baca Juga: Candlestick Saham: Pengertian, Pola, dan Cara Membacanya