EKBIS.CO, JAKARTA -- Industri telekomunikasi dan informatika masih menjadi salah satu penggerak perekonomian nasional. Kontribusi industri telekomunikasi terhadap perekonomian nasional saat ini di bawah industri pengolahan, pertanian, kehutanan, perikanan, perdagangan dan konstruksi.
Bahkan di masa pandemi Covid-19, BPS mencatat tahun 2020 industri pasar modal itu menyumbang 4,51 persen PDB Indonesia. Padahal tahun sebelumnya kontribusi industri ini hanya menyumbang 3,96 persen dari PDB Indonesia.
Melihat peran strategis industri telekomunikasi dan informatika padaperekonomian nasional, membuat Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan memiliki kepentingan untuk terus menjaga agar industri telekomunikasi dan informatika ini dapat tumbuh. Salah satu upaya yang didorong Pemerintah adalah mempermudah konsolidasi industri telekomunikasi. Apalagi di dalam UU Cipta Kerja, Pemerintah sudah memberikan kemudahan perusahaan telekomunikasi untuk melakukan merger dan akuisisi.
Beberapa operator telekomunikasi merespon positif terhadap penyehatan industri ini. Indosat contohnya, mereka melakukan merger dengan Hutchison 3 Indonesia (H3I). Selain itu dalam waktu dekat XL Axiata juga berencana mengakuisisi Link Net.
Andrew Sebastian Susilo Research Analyst MNC Sekuritas menilai merger akuisisi di industri telekomunikasi Nasional ini merupakan suatu keniscayaan. Selain menjadi trending topik di Indonesia tujuan merger akuisisi ini adalah untuk menyehatkan perusahaan telekomunikasi. Dengan merger atau akuisisi perusahaan telekomunikasi seperti XL dan Link Net maupun Indosat H3I, mereka akan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki.
Dengan merger Indosat H3I, mereka akan mengoptimalkan sumber daya yang mereka miliki salah satunya, dengan penggabungan alat produksi (frekuensi dan BTS) yang mereka miliki. Selama ini jangkauan jaringan 4G H3I lebih kecil dari Indosat. Dengan merger mereka dapat mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki.
Sedangkan merger XL dan Link Net, akan memberikan dampak kenaikan jumlah pelanggan fixed broadband yang dimiliki XL naik signifikan. Selain itu dengan merger XL Link Net, maka bentuk bisnis anak usaha Axiata Bhd ini akan menyamai bisnis yang Telkom memiliki seperti jaringan selular dan fixed broadband. Apalagi revenue, EBITDA dan net profit Telkom merupakan yang terbaik di industri telekomunikasi.
"Merger XL Link Net akan memperkuat posisi XL sebagai penyelenggara fixed broadband dan ingin memiliki bisnis model yang sama dengan Telkom dalam penggelaran fixed broadband. Apa lagi di era 5G nanti keberadaan fixed broadband dan fiber optik sangat vital bagi pertumbuhan industri telekomunikasi. Akuisisi Link Net oleh XL diharapkan akan semakin meningkatkan kecepatan mobile internet XL," kata Sebastian.
Selain akan mengkonsolidasi sumber daya yang dimiliki, merger operator telekomunikasi di Indonesia juga dipercaya Sebastian akan memberikan harapan perbaikan terhadap kinerja keuangan perusahaan telekomunikasi. Dengan konsolidasi ini diharapkan perang harga antar operator semakin berkurang.
Dengan berkurangnya perang harga, operator telekomunikasi berpotensi meningkatkan kinerja keuangannya. Sehingga mereka memiliki kemampuan untuk menggelar jaringan dan meningkatkan pelayanannya kepada pelanggan. Terlebih lagi di saat yield data operator telekomunikasi terus mengalami penurunan.
"Merger ini akan memberikan potensi perusahaan telekomunikasi untuk sehat dan mampu menggembangkan jaringan serta mengadopsi teknologi baru. Apa lagi bisnis layanan internet kedepan akan mengutamakan kualitas layanan kepada pelanggan. Sehingga merger ini sangat strategis sebagai salah satu upaya untuk menyehatkan industri telekomunikasi agar tidak terjadi perang harga," kata Sebastian.
Agar industri telekomunikasi semakin sehat, operator mampu menggelar jaringan lebih luas dan mengadopsi teknologi terbaru, Sebastian juga mengharapkan pemerintah dapat segera membuat aturan agar operator tak lagi melakukan perang harga. Jika operator terus melakukan perang harga, Sebastian percaya cita-cita konsolidasi untuk menyehatkan industri telekomunikasi tak akan tercapai.
"Harusnya dengan kebutuhan masyarakat yang tinggi akan broadband, revenue operator harusnya meningkat. Namun kenyataan tidak demikian. Bahkan harga layanan data di Indonesia termasuk yang terendah di dunia. Agar data yield tak semakin terperosok, Pemerintah harus membuat aturan batas atas dan bawah layanan telekomunikasi," kata Sebastian.
Untuk rekomendasi, Sebastian masih merekomendasikan beli saham Telkom. Dengan kinerja Telkomsel yang ciamik, dan Telkom yang mulai memasuki pasar tower serta data center, membuat sentimen positif terhadap kinerja perseroan. Sebastian memperkirakan saham Telkom mampu menyentuh Rp 4.800 persaham. Sedangkan pilihan kedua saham yang direkomendasikan beli Sebastian adalah XL dengan potensi kenaikan hingga Rp 3.500.