EKBIS.CO, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR Amin Ak mendorong pemerintah berani menerapkan kebijakan out of the box dalam mengatasi krisis kedelai saat ini. Amin menyodorkan solusi jangka pendek dengan cara barter antara komoditas kedelai dengan batubara yang merupakan keunggulan komparatif Indonesia.
Amin menunjuk China dan India, dua negara yang menjadi produsen kedelai terbesar keempat dan kelima di dunia sebagai negara tujuan kerja sama barter kedua komoditas tersebut. "Yang paling memungkinkan pemerintah mengarahkan BUMN produsen batubara bekerja sama dengan BUMN pangan," ujar Amin kepada Republika pada Jumat (18/2/2022) lalu.
Amin menyampaikan BUMN batu bara dapat menjual produksinya dengan cara barter, dan nantinya kedelai yang diperoleh dibeli oleh BUMN pangan untuk mengamankan stok jangka pendek atau paling tidak pengamanan stok hingga Juli 2022.
Amin memperkirakan harga kedelai global mulai turun pada Agustus dan produksi dalam negeri bisa digenjot. Kata Amin, kedelai yang ditanam mulai Maret 2022 akan dipanen Juni hingga Juli 2022 dan BUMN pangan bisa proaktif mengamankan stok kedelai nasional.
"China dan India merupakan dua negara konsumen batubara terbesar di dunia. Statistik global menunjukkan kedua negara ini mengonsumsi 62 persen batubara dunia. Pada saat bersamaan mereka masuk kedalam lima produsen terbesar kedelai. Tawaran barter batu bara dengan kedelai, seharusnya jadi opsi yang menarik," ucap Amin.
Amin mengatakan kebijakan pemerintah seharusnya berorientasi untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Berbagai cara dan strategi untuk mewujudkan kebijakan pro rakyat, meskipun berliku harus ditempuh demi keberlanjutan usaha rakyat berbasis kedelai.
"Mayoritas produsen tahu dan tempe adalah usaha mikro dan kecil, mereka baru saja pulih setelah dihantam pandemi. Harus ada solusi cepat dan taktis untuk menyelamatkan usaha mereka," ungkap Amin.
Amin menilai pemerintah sudah gagal meningkatkan produksi kedelai dalam negeri sesuai janji Presiden Jokowi untuk memenuhi minimal 30 persen kebutuhan kedelai nasional. Alih-alih produksi naik, yang terjadi malah turun dari 300 ribu ton pada 2021 menjadi 200 ribu ton pada 2022 sesuai proyeksi Kementan. Sementara kebutuhan nasional mencapai 3 juta ton.
Sebagai solusi jangka pendek, lanjut Amin, impor dengan model barter komoditas seharusnya diperjuangkan mengingat stok kedelai global menjadi rebutan akibat merosotnya produksi kedelai Brasil dan Argentina yang merupakan produsen terbesar dunia bersama Amerika Serikat.
"Ketiga negara tersebut menghasilkan sekitar 80 persen produksi kedelai dunia.
Sedangkan solusi jangka panjang meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dengan kebijakan insentif biaya produksi untuk petani," sambung Amin.
Kata Amin, data dari BPS menunjukkan bahwa sekitar 90 persen impor kedelai Indonesia untuk 2020 datang dari Amerika Serikat sejumlah 2.238,5 ton dari total 2.475,3 ton impor kedelai Indonesia. Sebanyak 90 persen kedelai Indonesia berasal dari impor setiap tahunnya. Kanada menjadi negara sumber impor terbesar kedua untuk Indonesia dengan jumlah impor yang mencapai 229,6 ribu ton pada 2020.
Menurut Amin, prioritas saat ini ialah pemulihan ekonomi nasional termasuk menjaga keberlanjutan usaha mikro, kecil, dan menengah yang menyerap 96,92 persen tenaga kerja saat ini. Kementerian Koperasi dan UKM menyebut tenaga kerja di sektor UMKM mencapai 119,6 juta orang.
Amin menyampaikan total UMKM di Indonesia tercatat sebanyak 65,47 juta unit. Jumlah tersebut mencapai 99,99 persen dari total unit usaha di Indonesia. UMKM menyumbangkan 60,51 persenterhadap produk domestik bruto (PDB) atas harga berlaku. Terhadap PDB atas harga konstan, kontribusi UMKM mencapai 57,14 persen.
"Tunda dulu deh, proyek-proyek ambisius dan bukan prioritas seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru dan proyek kereta cepat. Ini ada kebutuhan rakyat yang lebih mendesak loh," kata Amin.