Selasa 22 Feb 2022 17:04 WIB

Wapres Soroti Persoalan Kebocoran Gula Rafinasi Impor

Wapres mengakui impor gula memang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nasional.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Indira Rezkisari
Pekerja menimbang dan mengemas gula pasir kiloan. Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyoroti masih kerap ditemuinya di lapangan kebocoran gula rafinasi impor untuk industri yang justru masuk ke pasaran umum.
Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
Pekerja menimbang dan mengemas gula pasir kiloan. Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyoroti masih kerap ditemuinya di lapangan kebocoran gula rafinasi impor untuk industri yang justru masuk ke pasaran umum.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyoroti masih kerap ditemuinya di lapangan kebocoran gula rafinasi impor untuk industri yang justru masuk ke pasaran umum. Menurut Wapres, permasalahan ini menjadi salah satu hal yang perlu diperbaiki dalam industri gula nasional.

"Sayangnya kita masih menemui permasalahan di lapangan, seperti kebocoran gula rafinasi impor yang seharusnya untuk industri, justru masuk ke pasaran umum. Ini yang kerap menimbulkan gejolak dan kegetiran bagi para petani karena dampak gula impor," ujar Wapres dalam sambutannya di acara Musyawarah Nasional ke-5 Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia, Selasa (22/2/2022).

Baca Juga

Karena itu, Wapres menekankan perlunya perbaikan dalam tata kelola impor gula agar tidak ditemukan kebocoran gula rafinasi maupun angka melebihi kebutuhan. Ia pun meminta Menteri Perdagangan bersama Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian memperkuat koordinasi dalam mematangkan data produksi gula dan kebutuhan nasional. Terutama, sebelum mengeluarkan izin impor gula.

Kedua, Wapres menilai perlunya pengawasan permasalahan impor di lapangan, termasuk pemberian tindakan tegas bagi importir dan pelaku usaha yang menyalahgunakan peruntukan gula. "Kebijakan impor Pemerintah juga dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan tentunya para petani tebu," katanya.

Terkait kebijakan impor gula, Wapres mengakui impor gula memang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gula nasional baik untuk konsumsi masyarakat maupun bahan baku industri makanan dan minuman. Sebab, konsumsi gula nasional masih defisit dibandingkan angka produksi gula dalam negeri, yakni 5,1 sampai 5,3 juta ton dalam lima tahun terakhir. Sementara produksi gula dalam negeri angkanya masih fluktuatif.

"Sehingga ada defisit yang masih harus dipenuhi dengan impor Langkah ini harus diambil Pemerintah untuk memastikan kebutuhan bahan baku industri makanan dan minuman, termasuk konsumen rumah tangga, dapat terpenuhi," kata Wapres.

Namun demikian, Pemerintah tetap berupaya memenuhi pasokan kebutuhan gula dalam negeri melalui program revitalisasi industri gula. Ia berharap Indonesia dapat kembali meraih kejayaan industri gula seperti di masa lalu, dengan terus memperbaiki kondisi dan kualitas pabrik gula dan hasil produknya.

Menurutnya, lahan yang cukup luas untuk menanam tebu, juga belum dapat memenuhi kebutuhan industri dalam skala besar. “Lahan untuk tebu ini banyak di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan juga NTB. Namun, lahan-lahan yang ada dinilai masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan industri gula,” tuturnya.

Di samping itu, lanjut Wapres, ditemukan permasalahan lainnya baik dari sisi produktivitas perkebunan tebu (on farm) maupun pasca panen (off farm). Untuk perbaikan on farm, para petani memerlukan bibit yang unggul, sehingga kualitas dan produksi tebu pun meningkat.

Sementara dari sisi off farm, perlu ada penambahan dan peremajaan pabrik gula. Ada pula aspek lain seperti tata kelola dan iklim usaha yang sangat menentukan keberhasilan industri gula Indonesia. Untuk itu, Wapres berharap agar seluruh tantangan yang dihadapi mendapatkan solusi terbaik dan pada akhirnya akan membawa manfaat bagi semua.

“Saya ingin menekankan kembali bahwa komitmen Pemerintah dalam program revitalisasi industri gula tidak pernah surut," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement