Jumat 25 Feb 2022 01:00 WIB

Invasi Rusia ke Ukraina, Ekonom: Rugikan Prospek Pemulihan Ekonomi Indonesia

Dampak invasi Rusia ke Ukraina bakal paling dirasakan oleh sektor keuangan.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Pemulihan ekonomi nasional (Ilustrasi). Center of Law and Economic Studies (Celios) menilai konflik Rusia dengan Ukraina akan memberikan risiko ke pasar keuangan Indonesia. Adapun tensi geopolitik ini hingga kebijakan suku bunga The Fed juga turut memengaruhi proses pemulihan ekonomi Indonesia.
Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Pemulihan ekonomi nasional (Ilustrasi). Center of Law and Economic Studies (Celios) menilai konflik Rusia dengan Ukraina akan memberikan risiko ke pasar keuangan Indonesia. Adapun tensi geopolitik ini hingga kebijakan suku bunga The Fed juga turut memengaruhi proses pemulihan ekonomi Indonesia.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Center of Law and Economic Studies (Celios) menilai konflik Rusia dengan Ukraina akan memberikan risiko ke pasar keuangan Indonesia. Adapun tensi geopolitik ini hingga kebijakan suku bunga The Fed juga turut memengaruhi proses pemulihan ekonomi Indonesia.

Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan sektor keuangan Indonesia seperti nilai tukar diperkirakan paling terkena dampak akibat konflik ini. Tercatat nilai tukar rupiah sudah bergerak ke level R 14.500 dolar AS dan diperkirakan mendekati Rp 15.000 per dolar AS.

Baca Juga

“Paling terasa akibat dampak ini dari sektor keuangan, nilai tukar rupiah sudah bergerak 14.500 melemah dan akan terus bergerak diperkirakan mendekati 15.000. Jika kondisi konflik semakin meluas dan melibatkan banyak dunia maka menimbulkan destabilitas di kawasan, merugikan prospek pemulihan ekonomi Indonesia karena bertepatan tapering off, kenaikan suku bunga terjadi di negara-negara maju,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (24/2/2022).

Menurutnya konflik tersebut juga memberikan dampak terhadap harga komoditas seperti minyak mentah yang sudah menembus 100 dolar AS per barel. Hal ini memicu inflasi yang melonjak dan mahalnya biaya logistik.

“Sehingga harga kebutuhan pokok meningkat, daya beli masyarakat rendah, dan efek terhadap subsidi energi membengkak karena subsidi energi APBN harga minyak 63 dolar AS per barel. Ada gap antara harga minyak ditetapkan APBN maupun harga minyak mentah riil sudah terlalu jauh maka ada pembengkak energi,” ucapnya.

Maka itu, Bhima mendesak pemerintah untuk melakukan perubahan terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022. Hal ini perlu dilakukan untuk menyesuaikan perubahan indikator terutama inflasi dan nilai tukar rupiah.

“Inflasi lebih tinggi dari perkiraan perlu antisipasi dana pemulihan ekonomi nasional (PEN), sebagian mencakup stabilitas harga pangan dan energi ke dalam komponen anggaran PEN karena mengancam pemulihan ekonomi 2022,” ucapnya.

Tak hanya itu, menurut Bhima, pemerintah Indonesia juga bisa mengambil dua peluang dari konflik Rusia dan Ukraina. Pertama, pemerintah melakukan intervensi mengajak negara yang sedang konflik dapat duduk bersama forum G20.

“Indonesia bisa jadi penengah karena Indonesia tidak memiliki kepentingan langsung kepada Ukraina, kalau bisa dilakukan maka Indonesia bisa dianggap sukses G20,” ucapnya.

Kedua, lanjut Bhima, Indonesia bisa menarik negara-negara konflik ke Indonesia seperti relokasi pabrik besi dan baja, elektronik, sparepart yang memiliki basis di Rusia dan Ukraina dapat segera pindah ke Indonesia. 

“Itu yang harus dilakukan Indonesia dalam waktu dekat,” ucapnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement