EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi menegaskan, tidak akan mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng. Kementerian Perdagangan justru akan lebih menegakkan kebijakan itu baik di toko ritel modern, ritel tradisional, maupun pasar tradisional.
"Ada spekulasi bahwa HET mau dicabut. Saya tegaskan, tidak ada rencana maupun pemikiran untuk mencabut HET. Bahkan itu akan di-enforce," kata Lutfi usai meninjau usai meninjau Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (9/3/2022).
Lutfi mengatakan, Kemendag akan berkoordinasi dengan aparat penegar hukum untuk memastikan HET minyak goreng berjalan sesuai ketentuan pemerintah. Di mana, HET minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter, dan Rp 13.500 per liter untuk kemasan sederhana serta Rp 14 ribu per liter kemasan premium.
"Saya akan koordinasi untuk pastikan semua. Yang melaksanakan (menjual minyak goreng) di luar kebijakan adalah melawan hukum dan kita akan sikapi," katanya.
Ia menjelaskan, harga minyak sawit saat ini telah turun dan itu merupakan pasokan domestic market obligation (DMO) pemerintah. Total pasokan minyak sawit untuk kebutuhan minyak goreng telah mencapai lebih dari 391 juta liter dan setara ketahanan untuk kebutuhan satu bulan.
Dengan kata lain, produk minyak goreng yang saat ini beredar seluruhnya sudah menggunakan minyak sawit hasil DMO dan tidak ada alasan pagi pedagang maupun ritel modern maupun tradisional bahwa harga beli dari distributor sudah tinggi.
"Harga minyak sawit untuk internasional boleh setinggi mungkin, tapi harga nasional harus terjangkau dan pasokan harus tersedia sampai kapanpun," ujarnya.
Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) Arief Prasetyo Adi, mengatakan, harga minyak goreng dari distributor saat ini sudah turun menjadi Rp 10.500 per liter untuk minyak curah. Dengan kata lain, harga jual semestinya bisa sesuai HET yakni Rp 11.500 per liter karena sudah mendapatkan keuntungan wajar.
"Nanti aksi kita, bersama Pasar Jaya kita pasang spanduk saja untuk menegaskan harga jual minyak curah Rp 11.500 per liter atau Rp 12.800 per kg," kata dia.
Sebagai informasi, Kemendag telah menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) demi mengamankan pasokan minyak sawit (CPO) untuk kebutuhan minyak goreng dalam negeri sekaligus dengan harga murah.
DMO dipatok sebesar 20 persen dari volume ekspor CPO setiap perusahaan eksportir. Sementara, DPO sebesar Rp 9.300 per liter untuk CPO dan Rp 10.300 per kg untuk olein. Harga itu setara 655 dolar AS per ton atau lebih rendah dari harga rata-rata internasional yang sudah lebih dari 1.300 dolar AS per ton.
Kebijakan itu mengatur pada sisi hulu. Adapun di sisi hilir, yakni diatur lewat kebijakan HET minyak goreng sesuai Permendag Nomor 6 Tahun 2022.