EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, menjelaskan alasan pemerintah tak lagi mengatur harga minyak goreng kemasan lewat harga eceran tertinggi (HET) untuk mencegah adanya tindakan curang dari oknum dan menyebabkan barang jadi langka.
Pasalnya, kebijakan HET bisa diterapkan karena harga minyak sawit (CPO) sebagai bahan baku diturunkan pemerintah jauh lebih rendah dari tren harga internasional yang sedang tinggi.
"Kita mesti lihat kemarin itu memang barangnya tidak ada karena melawan mekanisme pasar, perbedaan antara (harga) minyak yang kita sediakan dan harga internasional tinggi sekali," kata Lutfi saat meninjau harga bahan pokok di kawasan Pasar Senen, Jakarta, Kamis (17/3/2022).
Langkah menurunkan harga CPO sebelumnya ditempuh dengan kebijakan domestic price obligation (DPO) di mana harga CPO dipatok Rp 9.300 per kg dan RBD olein Rp 10.300 per kg. Sementara, harga internasional sudah tembus hingga lebih dari Rp 15 ribu per kg.
Tingginya disparitas harga itu memberikan potensi penyelundupan pasokan minyak sawit yang murah sehingga produksi minyak goreng menjadi langka. Ia pun memastikan, pemerintah akan menindak tegas bagi siapapun oknum yang membuat curang dengan menimbun atau tindakan lain yang menyebabkan kelangkaan barang. Termasuk, kata dia, industri yang tidak berhak menggunakan minyak goreng curah yang itu semestinya diterima masyarakat.
Diketahui, pangsa pasar minyak curah saat ini menurut Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mencapai 65 persen, sementara 35 persen diisi oleh minyak goreng kemasan. Dengan kata lain, pasar minyak goreng untuk konsumen didominasi oleh jenis curah.
"Itu mesti diberantas, kita akan basmi mafia yang berbuat curang. Kita harus bersama-sama memberantasnya, bukan hanya kementerian tapi juga masyarakat, wartawan, dan polisi," kata Lutfi.
Lebih lanjut, ia menegaskan, karena harga minyak goreng kemasan telah mengikuti harga pasar, maka kebijakan DPO resmi dicabut oleh pemerintah. Adapun, khusus untuk minyak goreng curah, juga mengikuti mekanisme pasar namun mendapatkan subsidi pemerintah sehingga harganya dapat dipatok sebesar Rp 14 ribu per liter.
"Semua mekanisme pasar dan (khusus minyak curah) akan disubsidi dari BPDPKS," kata dia.