EKBIS.CO, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendenda PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp 1 Miliar karena terbukti melakukan diskriminasi pemilihan mitra penjualan tiket umrah pada 2019. Mengenai hal tersebut, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan akan sepenuhnya menghormati ketetapan hukum terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang memperkuat keputusan KPPU.
"Menyikapi keterangan tersebut, saat ini Garuda Indonesia masih menunggu pemberitahuan resmi dari MA," kata Irfan dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (23/2/2022).
Irfan menuturkan selanjutnya Garuda Indonesia akan mempelajari lebih lanjut untuk memastikan tindak lanjutnya. Khususnya dalam kaitan upaya kepatuhan terhadap aspek legalitas yang berlaku berjalan dengan optimal termasuk pemenuhan kewajiban perusahaan terhadap putusan KPPU tersebut.
Irfan mengatakan hal tersebut sejalan dengan komitmen perusahaan untuk senantiasa mengedepankan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. "Salah satunya dengan memastikan kegiatan bisnis yang dijalankan perusahaan selaras dengan iklim persaingan usaha yang sehat," jelas Irfan.
Berdasarkan putusan MA dengan register 561 K/Pdt.Sus-KPPU/2022 yang diputus pada 9 Maret 2022, MA menolak kasasi yang diajukan Garuda Indonesia. Dengan adanya tersebut, maka Putusan KPPU telah berkuatan hukum tetap sehingga Garuda Indonesia wajib untuk melaksanakan putusan.
Khususnya pembayaran denda Rp 1 miliar kepada kas negara selambat-lambatnya 30 hari. Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan apabila terlambat melakukan pembayaran denda maka Garuda Indonesia dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar dua persen per bulan dari nilai denda.
Deswin mengatakan perkara tersebut bermula dari laporan masyarakat mengenai dugaan praktek diskriminasi yang dilakukan Garuda Indonesia. Hal tersebut terkait upaya penutupan akses saluran distribusi penjualan langsung tiket umrah menuju dan dari Jeddah dan Madinah oleh Garuda Indonesia melalui program wholesaler.
Dalam laporan, lanjut Deswin, masyarakat dan atau pelaku usaha merasa dirugikan atau didiskriminasi akibat perilaku Garuda Indonesia yang membatasi akses langsung pembelian tiket untuk tujuan umrah hanya kepada lima pelaku usaha.
"Bahkan awalnya hanya kepada tiga pelaku usaha. Pembatasan akses tersebut dilakukan melalui terbitkannya GA Info menyatakan bahwa mulai 1 Maret 2019, pembelian tiket Middle East Area (MEA) yang merupakan rute umrah hanya dapat dilakukan melalui lima mitra dari Garuda Indonesia," jelas Deswin.
Dalam persidangan, Deswin mengatakan majelis komisi menilai tindakan Garuda Indonesia yang menunjuk keenam pelaku usaha sebagai wholesaler tanpa melalui proses penunjukan yang dilakukan secara terbuka dan transparan.
Selain itu juga tidak didasarkan pada persyaratan dan pertimbangan yang jelas dan terukur, serta adanya inkonsistensi dalam rasionalitas penunjukan wholesaler, membuktikan adanya praktik diskriminasi Garuda Indonesia terhadap setidaknya 301 pelaku usaha potensial dalam mendapatkan akses yang sama.