EKBIS.CO, SHANGHAI -- Perusahaan pengiriman Denmark, Maersk, mengatakan kebijakan karantina wilayah Shanghai sangat merugikan layanan truk dan meningkatkan biaya transportasi. Maersk menyebut upaya intensif China untuk memerangi penyebaran Covid-19 ini semakin mengguncang rantai pasokan global.
Kota pesisir China, lokasi bagi beberapa pelabuhan dan bandara tersibuk di dunia, mulai melakukan karantina wilayah setengah kota pada Senin (28/3/2022). Negara itu bermaksud melakukan hal yang sama ke separuh daerah lainnya selama empat hari mulai Jumat (1/4/2022) dalam upaya pengujian massal dua tahap.
Meskipun tetap membuka bandara dan pelabuhan laut, mereka memberlakukan pembatasan pergerakan yang ketat, melarang kendaraan yang tidak disetujui dari jalan-jalan dan memberi tahu jutaan orang untuk tidak meninggalkan rumah mereka. "Layanan truk masuk dan keluar (dari) Shanghai akan sangat terpengaruh hingga 30 persen karena karantina penuh di daerah Pudong dan Puxi Shanghai secara bergantian hingga 5 April," kata Maersk, yang merupakan perusahaan pengiriman peti kemas terbesar kedua di dunia, Senin.
Maersk menambahkan bahwa gudang di Shanghai akan ditutup hingga Jumat mendatang. Akibatnya, ada waktu pengiriman yang lebih lama dan kemungkinan kenaikan biaya transportasi seperti biaya memutar dan biaya jalan raya.
SEKO Logistics, sebuah perusahaan transportasi barang dan pergudangan yang berbasis di AS, mengatakan pabrik-pabrik di provinsi tetangga Zhejiang memilih untuk memindahkan kargo dari pelabuhan Ningbo daripada Shanghai. "Kami mengantisipasi, peningkatan tajam dalam tarif angkutan udara mulai hari ini. Kami telah menerima beberapa tawaran tinggi ke Eropa sejauh ini," ujar SEKO Logistics di situs webnya.
China sedang berjuang melawan jumlah infeksi Covid-19 terbesarnya sejak awal wabah menyebar di negara itu. Pada bulan ini, China memberlakukan karantina wilayah di pusat ekspor manufaktur lainnya, seperti Changchun dan Shenzhen, yang menimbulkan antrean panjang di luar pelabuhan.
Meskipun karantina wilayah di Changchun tetap diberlakukan, pembatasan tersebut telah dilonggarkan di Shenzhen, tempat di mana bisnis dan pabrik diizinkan untuk melanjutkan operasi pada 21 Maret. Namun, sebuah survei yang dilakukan oleh surat kabar negara menemukan "perang" Shenzhen terhadap Covid-19 telah merugikan hingga 93 persen perusahaan kecil dan menengah lokal, dengan banyak yang menderita gangguan produksi karena penutupan, gangguan dalam rantai pasokan, dan keterlambatan dalam eksekusi pesanan.