Jumat 29 Apr 2022 14:40 WIB

Sehari Usai Larangan Ekspor CPO, Serikat Petani: Harga TBS Terus Merosot

Korporasi sawit tidak patuh pada standar pembelian TBS dari petani.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Pekerja menimbang tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Bram Itam, Tanjungjabung Barat, Jambi, Selasa (15/3/2022). Serikat Petani Indonesia (SPI) menyatakan, sehari usai larangan berlaku, harga tanda buah segar (TBS) nyatanya terus merosot.
Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Pekerja menimbang tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Bram Itam, Tanjungjabung Barat, Jambi, Selasa (15/3/2022). Serikat Petani Indonesia (SPI) menyatakan, sehari usai larangan berlaku, harga tanda buah segar (TBS) nyatanya terus merosot.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Larangan ekspor sementara minyak sawit mentah (CPO) serta produk turunannya telah berlaku sejak Kamis (28/4/2022). Serikat Petani Indonesia (SPI) menyatakan, sehari usai larangan berlaku, harga tanda buah segar (TBS) nyatanya terus merosot.

Ketua Umum SPI, Henry Saragih, pabrik kelapa sawit (PKS) telah melanggar ketentuan dalam perjanjian harga TBS petani. Sebab, harga semestinya tidak ditentukan secara sepihak karena harus melalui persetujuan kepala daerah.

Baca Juga

Ia pun menyampaikan kebijakan tersebut membawa dampaknya sangat memprihatinkan bagi petani sawit anggota SPI juga bagi petani sawit lainnya di seluruh tanah air.

"Ada PKS milik PTPN di Sungai Bahar Jambi yang membeli TBS Rp 1.700 per kg. Di Batanghari, Jambi, TBS sawit masih dibeli di harga Rp 1.000-Rp 1.500 per kg. Di Riau, harga hanya Rp 1.500 - Rp 1.600 per kg, bahkan masih ada harga TBS petani yang dibeli kurang dari Rp 1.000 per kg," kata Henry dalam pernyataan resminya diterima Republika.co.id, Jumat (29/4/2022).

Seperti diketahui, rata-rata harga TBS petani sebelumnya telah mencapai lebih dari Rp 3.000 per kg. Selain karena faktor kenaikan harga minyak nabati dunia, biaya produksi juga kian tinggi, salah satunya akibat harga pupuk yang makin melambung.  

Henry melanjutkan, terdapat pula petani yang tidak bisa menjual karena pengepul tidak mau membeli. "Perubahan harga juga cepat berubah pada pengepul, pada pagi hari Rp 1.500, tengah hari Rp 1.000 dan sore hari ada petani yang terpaksa membawa pulang kembali TBS-nya karena sudah tidak laku, tidak ada pembeli," katanya menambahkan.

Henry menegaskan, pengusaha, korporasi sawit tidak patuh terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai standar pembelian TBS dari petani.

Petani sawit anggota SPI di Padang Lawas, Sumatera Utara, Yunus Nasution, mengatakan, berdasarkan perhitungannya, jika TBS sawit dihargai sekitar Rp 1.500 - Rp 1.700 per kg, dipastikan tidak bisa menutupi biaya produksi alias merugi.

"Terlebih harga pupuk naik, biaya produksi petani ikut meninggi. Di Padang Lawas untuk hari ini, harga TBS justru kembali turun, dari Rp. 2.140 per kg menjadi Rp. 1.990 per kg," kata dia.

Harga TBS harus dilindungi sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor (Permentan) Nomor 1 Tahun 2018 dengan mempertimbangkan antisipasi terhadap  perubahan harga input produksi yang ekstrim.

"Karena saat ini banyak PKS yang membeli TBS di bawah ketentuan yang telah diputuskan gubernur. Hal ini jelas menjadi bukti pelanggaran," lanjutnya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement