Senin 09 May 2022 00:05 WIB

APPKSI Duga Larangan Ekspor CPO Berumur Pendek

Larangan ekspor CPO berdampak negatif pada profitabilitas produsen sawit Indonesia.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Fuji Pratiwi
Pekerja menimbang tandan buah segar (TBS) kelapa sawit (ilustrasi). Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) memprediksi dampak larangan ekspor minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) dan minyak goreng Indonesia bakal berumur pendek.
Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Pekerja menimbang tandan buah segar (TBS) kelapa sawit (ilustrasi). Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) memprediksi dampak larangan ekspor minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) dan minyak goreng Indonesia bakal berumur pendek.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) memprediksi dampak larangan ekspor minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) dan minyak goreng Indonesia akan menyebabkan penurunan harga domestik dan mendorong kenaikan harga di pasar lain seperti Malaysia. APPKSI memproyeksikan larangan tersebut akan berumur pendek. 

"Karena akan berdampak negatif terhadap profitabilitas produsen sawit di Indonesia dan penurunan mata pencaharian puluhan juta pekerja disektor sawit yang akan juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah daerah industri sawit," kata ketua umum APPKSI Andi Muhamadyah dalam keterangan yang dikutip //Republika, Ahad (8/5/2022). 

Baca Juga

Andi menyampaikan kebijakan larangan ekspor CPO sama dengan memiskinkan petani sawit di Kalimantan dan Sumatera. Sehingga menurutnya pelarangan ekspor CPO tidak akan lama. 

"Paling juga habis lebaran dibuka kembali, karena perekonomian butuh bertumbuh dan lapangan kerja baru juga dibutuhkan akibat dampak Covid 19 yang sudah menyebabkan PHK besar besaran," ujar Andi. 

Pemerintah memang telah melarang ekspor CPO, minyak goreng, RBD (refined, bleached, and deodorised) palm oil, dan RBD palm olein sejak 28 April. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan dan menurunkan harga minyak goreng di pasar lokal. 

"Tapi larangan ekspor CPO tidak akan memberikan dampak yang signifikan untuk menurunkan harga minyak goreng kemasan maupun curah," tegas Andi. 

Andi mengakui naiknya harga minyak goreng baik curah maupun kemasan memang berdampak pada daya beli masyarakat kecil dan ekonomi lemah serta pelaku usaha kecil. Namun menurutnya hal itu sudah diatasi oleh jaringan pengaman sosial berbentuk Bantuan langsung tunai langsung ( BLT) oleh pemerintah.

"Layaknya seperti penanganan kenaikan harga BBM yang juga dicover dengan BLT, lalu apakah harga BBM turun sekalipun harga Crude oil turun? kan tidak membuat harga BBM turun," ujar Andi. 

Berdasarkan perhitungan APPKSI, seorang buruh dengan istri & dua anak membutuhkan 0,78 liter minyak goreng seminggunya. Sehingga sebulan hanya dibutuhkan 3,12 liter. Maka menurutnya dengan BLT 100 ribu rupiah perbulan sudah terpenuhi 2 liter minyak goreng untuk keluarga penerima BLT.

"Sisanya tentu ditutup dengan pengeluarannya setiap bulan yang hanya dibutuhkan untuk membeli 1,12 liter minyak goreng," ucap Andi.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement