Dalam pandangan Alexandra Askandar, Wakil Dirut PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., pandemi Covid-19 merupakan unprecedented event, kondisi yang belum pernah terjadi, yaitu krisis ekonomi yang disebabkan oleh masalah kesehatan. Pandemi juga dinilai telah menyebabkan mobilitas penduduk menurun, sehingga kondisi ekonomi terkontraksi (menyusut), baik di tingkat global maupun domestik.
Menurut Alexandra, akibat pandemi ini ada sejumlah tantangan yang dihadapi dunia perbankan, bukan hanya oleh Bank Mandiri tapi juga bank-bank lain. Di antaranya, perlambatan ekonomi yang menyebabkan permintaan kredit semakin menurun. Pendapatan usaha debitur yang menurun juga memengaruhi kemampuan bayar kewajiban ke bank sehingga angka NPL bank meningkat di tahun 2020.
Sepanjang tahun 2020, katanya, Bank Mandiri tetap mampu menyalurkan kredit hingga Rp 763,3 triliun, tapi mengalami kontraksi sebesar 3,63% (YoY). Juga ada penurunan kualitas kredit menjadi di level 3,29% akibat meningkatnya NPL lantaran kemampuan bayar debitur yang menurun. Dan dari sisi profitabilitas, laba bersih terkonsolidasi pada 2020 juga terkontraksi 37,71% (YoY), mencapai Rp 17,1 triliun.
Adanya aneka tantangan tersebut, yang dipicu oleh pandemi Covid-19, menurut Alexandra, mendorong pihaknya bertransformasi dan menciptakan cara-cara inovatif. Tujuannya tidak hanya untuk survive, tapi juga menciptakan peluang agar dapat menguasai pasar.
“Perusahaan hanya bisa survive jika bisnis dan operasional survive. Bisnis dan operasional hanya bisa survive jika karyawan survive, baik secara fisik maupun mental,” kata perempuan kelahiran Medan, 9 Januari 1972, ini.
Dengan prinsip tersebut, Bank Mandiri menyusun sejumlah program umum untuk merespons pandemi dan dampaknya. Pertama, Resolution Program: Safety Physical & Mental. Esensi program ini adalah “No One is Left Behind”: semua Mandirian —sebutan karyawan Bank Mandiri— dipastikan tetap aman, sehat, dan well-informed. Dalam konteks ini, Bank Mandiri mendirikan layanan klinik siaga, membentuk tim MAPCOR (Manajer Pendampingan Covid Ranger) dan tim MASCOR (Manajer Shelter Covid Ranger), hingga memberikan santunan uang duka dan beasiswa bagi keluarga karyawan yang terdampak Covid-19.
Kedua, Adaptation Program: Adapt the New Normal. Program ini membantu karyawan menyesuaikan diri dalam bekerja di era new normal. Contohnya, dengan melakukan split operation dan work from home, memberikan insentif makan siang dan vitamin bagi karyawan yang bekerja di kantor, serta menyediakan bus antar-jemput.
Ketiga, Anticipation Program: Preparing for the Worst. Dalam hal ini, Bank Mandiri bersiap menghadapi era digital dengan mempersiapkan skill/kapabilitas pegawai agar siap menjawab kebutuhan digital di masa mendatang.
Contoh programnya, membentuk Strategic Workforce Plan untuk mengantisipasi serta merencanakan perubahan terkait SDM dan kapabilitasnya agar siap menjawab kebutuhan digital masa depan. Selain itu, juga menyusun Business Continuity Plan serta berbagai program komunikasi untuk memberikan informasi dan edukasi soal pandemi.
Dari perspektif bisnis, dunia perbankan mengalami tantangan dengan berubahnya lanskap industri ini. Menurut Alexandra, hadirnya pandemi Covid-19 mengakibatkan perubahan perilaku (behavior) nasabah, serta meningkatnya kebutuhan mereka pada layanan digital dan layanan yang lebih komprehensif alias beyond banking.
Di sisi lain, kompetisi di industri keuangan semakin ketat; tidak hanya di antara bank-bank, tapi juga dengan bank digital dan jasa-jasa non-bank, seperti fintech. “Dalam menjawab tantangan industri perbankan saat ini, Bank Mandiri telah menyusun program transformasi untuk mendukung ketahanan dan kinerjanya,” kata eksekutif top yang kini menjadi Ketua Umum Forum Human Capital Indonesia ini.
Untuk itu, ada fokus strategi yang dipancangkan Bank Mandiri. Pertama, fokus strategi Beyond lending. Pasalnya, pendapatan yang bersumber dari bunga kredit akan mengalami tekanan di tengah sengitnya persaingan dan benchmark rate yang rendah. Karena itu, Mandiri fokus mendorong penghimpunan dana murah (CASA) dan bisnis yang mendatangkan fee-based income. Di antaranya, dengan intensif mengakuisisi value chain atau bisnis turunan para nasabah wholesale-nya.
Kedua, fokus strategi Shifting growth to high-yield assets. Langkahnya adalah mendorong bisnis pada aset dengan hasil yang lebih tinggi, yakni segmen komersial pada layanan wholesale banking, serta segmen UKM (SME), konsumer, dan mikro (produktif ataupun konsumtif) pada layanan retail banking. Bank Mandiri, diungkapkan Alexandra, memiliki 12 kantor wilayah yang siap melakukan strategi penetrasi sesuai dengan potensi unggulan di tiap-tiap area.
Ketiga, fokus strategi Deeper dive into retail ecosystem. Dalam hal ini, Bank Mandiri akan memaksimalkan ekosistem bisnis ritel dengan memanfaatkan teknologi digital, seperti penggunaan aplikasi Livin’ dan Kopra. Meskipun telah dikenal sebagai wholesale bank, Bank Mandiri juga memiliki retail customer base yang cukup besar, yakni 30 juta nasabah.
Dalam konteks bisnis ini, memang ada perubahan model bisnis yang dijalankan Bank Mandiri. Karena itu, bank ini pun melakukan berbagai inovasi melalui peran teknologi untuk meningkatkan layanan. Salah satu inovasi yang menonjol adalah memperkenalkan super app bernama Livin’ by Mandiri dan Kopra by Mandiri.
Livin’ adalah aplikasi yang mengintegrasikan semua kebutuhan transaksi finansial nasabah (individual), mulai dari pembukaan rekening baru secara online hingga transaksi investasi layaknya di kantor cabang. Adapun aplikasi Kopra disediakan untuk melayani transaksi finansial nasabah wholesale atau para pelaku usaha dari hulu ke hilir. Selain kedua super app ini, Bank Mandiri pun fokus pengembangan fungsi smart branch yang mempertimbangkan potensi dan tren digitalisasi masyarakat.
Untuk mengimplementasikan atau mengeksekusi strategi yang telah dipancangkan, Alexandra menyampaikan, ada sejumlah langkah yang dijalankan. Pertama, mengomunikasikan strategi Bank Mandiri kepada seluruh karyawan —saat ini total lebih dari 37 ribu orang—agar strategi tersebut dipahami.
Kedua, mengalokasikan sumber daya —baik SDM, teknologi, maupun bujet— serta menyusun prosedur dan proses yang mendukung implementasi tersebut. Ketiga, memonitor implementasi strategi bisnis dan pencapaian bisnisnya melalui Rapat Direksi maupun forum-forum rutin bulanan.
Alexandra mengakui, selain terhadap ekonomi nasional, pandemi Covid-19 juga berdampak terhadap kinerja Bank Mandiri. Pada 2020 secara umum bisnisnya mengalami kontraksi dibandingkan tahun sebelumnya (2019).
Adapun tahun 2021, dikatakannya, merupakan Year of Recovery bagi Bank Mandiri, yang berhasil ditutup dengan hasil memuaskan. Dari sisi kredit, berhasil menyalurkan dana Rp 828,1 triliun atau tumbuh 8,45% YoY. Adapun penghimpunan dana mencapai Rp 1.026,3 triliun, tumbuh 12,91% YoY. Dari segi profitabilitas, laba tahun 2021 mencapai Rp 25,4 triliun, tumbuh signifikan 79,51% YoY.
Langkah digitalisasi yang dijalankan Bank Mandiri pun telah memperoleh hasil nyata. Seperti diungkap Alexandra, aplikasi Livin’ (New Livin’) telah digunakan secara aktif oleh 6,78 juta nasabah dan memberikan kontribusi fee-based income sebesar Rp 1.397 miliar pada 2021.
Bank Mandiri, yang juga menggerakkan ekosistem digital melalui kolaborasi dengan fintech, pada 2021 telah memberikan pembiayaan lebih dari Rp 550 miliar kepada pengusaha perempuan pedesaan. Sepanjang tahun 2021, dengan memanfaatkan aplikasi Kopra, bank ini telah melayani transaksi digital pada segmen wholesale dengan nilai Rp 13,5 triliun, atau memegang pangsa pasar 35% atas transaksi digital segmen wholesale nasional.§