EKBIS.CO, JAKARTA -- Emiten konstruksi PT PP Presisi Tbk (PPRE) membukukan pertumbuhan pendapatan pada kuartal I 2022. Pendapatan PP Presisi meningkat 24,7 persen menjadi Rp 829 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 665 miliar.
Kontribusi terbesar dibukukan oleh sektor konstruksi, termasuk didalamnya proyek-proyek infrastruktur dan jasa pertambangan, dengan nilai pendapatan mencapai Rp 753,5 miliar. Kontribusi tersebut setara 90,8 persen dari total pendapatan perseroan.
"Segmen usaha konstruksi berkontribusi sebesar 90,8 persen yang mencatatkan peningkatan sebesar 34,2 persen year on year (yoy) dari Rp 561,6 miliar menjadi Rp 753,5 miliar," kata Direktur Keuangan, Manrisk & Legal PT PP Presisi Tbk. M. Arif Iswahyudi melalui keterangan resmi, Selasa (10/5/2022).
Arif memerinci, peningkatan kontribusi segmen usaha konstruksi tersebut berasal dari proyek jasa pertambangan yaitu Proyek Weda Bay Nickel, Proyek Morowali, Proyek MHU dan Jalan Hauling HPJ, serta proyek infrastruktur seperti Proyek Tol Indrapura Kisaran, Proyek Kolaka, Proyek PLTU Sulut Site Development, Proyek Dermaga Belinyu, Proyek Bandara Sentani dan Sepinggan Balikpapapn, Proyek Tol Cinere Kukusan, dan Proyek Revitalisasi Bandara Halim.
Sementara segmen usaha jasa pertambangan berkontribusi sebesar Rp 137,7 miliar, lebih besar dari tahun lalu sebesar Rp 32,6 miliar. Menurut Arif, pencapaian ini akan menambah optimisme terhadap segmen usaha perseroan sebagai sumber recurring income.
PP Presisi juga membukukan laba joint venture atas proyek pembangunan Bandara Dhoho Kediri yang berasal dari entitas anak kami, LMA sebagai kontraktor utama sekaligus menjadi lead of consortium sebesar Rp 11,2 miliar pada kuartal pertama ini.
Peningkatan kinerja tersebut juga sesuai dengan peningkatan laba bersih perseroan sebesar 27 persen yoy dari Rp 30,9 miliar pada kuartal I 2021 menjadi Rp 39,2 miliar pada kuartal I 2022. Posisi keuangan perseroan juga mengalami penguatan yang ditandai dengan peningkatan total asset sebesar 3,3 persen dari Rp 7,02 triliun per 31 Desember 2021 menjadi Rp 7,26 triliun per 31 Maret 2022.
Total utang meningkat 1,3 persen dari Rp 2,15 triliun per 31 Desember 2021 menjadi Rp 2,18 triliun per 31 Maret 2022. Peningkatan utang ini seiring dengan pembiayaan belanja modal atau capital expenditure (capex) pembelian alat berat yang digunakan untuk mendukung pertumbuhan perolehan kontrak baru pada jasa pertambangan.
Menurut Arif, sekitar 52,7 persen dari total kontrak baru tahun 2022 hingga saat ini berasal dari jasa pertambangan. Sehingga dukungan ketersediaan alat berat dalam jumlah besar sangat dibutuhkan. Sementara itu peningkatan total ekuitas sebesar 1,3 persen dari Rp 2,97 triliun per 31 Desember 2021 menjadi Rp 3,01 triliun per 31 Maret 2022 seiring dengan peningkatan laba bersih Perseroan.
"Dari sisi kinerja, peningkatan kinerja maupun perolehan kontrak baru pada segmen usaha jasa pertambangan, kami harapkan dapat terus meningkat pada kuartal berikutnya dan menjadi sumber recurring income yang dapat meningkatkan pertumbuhan berkelanjutan," tutur Arif.