EKBIS.CO, JAKARTA -- Rasio utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) diproyeksi tak akan naik signifikan dalam beberapa tahun kedepan. Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Presiden dan Wakil Terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Thomas Djiwandono menyampaikan Prabowo-Gibran tidak ada rencana menaikan rasio utang hingga 50 persen, seperti sempat diberitakan sebelumnya.
Kepada Reuters, Thomas mengatakan Prabowo belum menentukan target untuk tingkat rasio utang. Namun ia memastikan, levelnya akan patuh pada regulasi yang berlaku dan kemampuan fiskal negara.
"Kami sama sekali tidak bicara soal target rasio utang terhadap PDB sama sekali. Ini bukan rencana kebijakan resmi," katanya, dikutip Rabu (19/6/2024).
Lebih lanjut, menurutnya, pembahasan soal anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pertama Prabowo - Gibran akan fokus pada upaya mengerek pendapatan dan peninjauan belanja. Hal ini untuk mengakomodir program-program yang dijanjikan, seperti program makan bergizi gratis.
Pada saat bersamaan, pemerintah juga masih akan menetapkan target defisit APBN di bawah 3 persen. Thomas menilai pembicaraan soal level utang yang meningkat itu hanya untuk membuat kegaduhan.
"Penting untuk dicatat bahwa, Prabowo dan tim resminya bicara soal kebijakan fiskal yang prudent, karena ini akan menyesuaikan dengan regulasi," katanya.
Sebelumnya, Bloomberg mengutip sumber anonim yang menyebut Prabowo berencana mengerek rasio utang terhadap PDB hingga 50 persen untuk mendanai program-program yang dijanjikan. Prabowo dikabarkan berencana meningkatkan rasio utang 2 persen per tahun, hingga mendekati 50 persen, mengingat Indonesia adalah negara dengan rasio utang terendah di antara negara-negara peers lain.
Rasio utang pemerintah terhadap PDB per Maret 2024 berada di level 38,75 persen dengan jumlah Rp 8.253 triliun yang dominan di Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 7.278,03 triliun. Sementara, Bank Indonesia mencatat rasio Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) turun menjadi 29,3 persen dari 29,8 persen pada kuartal sebelumnya. BI menilai rasio ini masih sehat didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.