Judul Buku : Move: The Forces Uprooting Us
Pengarang : Parag Khanna
Penerbit : Scribner
Cetakan : Pertama, Oktober 2021
Tebal : 352 halaman
Dalam rangka beradaptasi dengan dunia yang selalu berubah, manusia memang ditakdirkan untuk selalu bergerak. Walaupun pada kenyataannya manusia bisa hidup dalam kondisi ekstrem, di sepanjang waktu, manusia selalu bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain yang lebih baik.
Berbagai spesies hewan juga melakukan hal yang sama. Mereka secara berkala bermigrasi dari satu tempat ke tempat lainnya untuk dapat berkembang biak dan bertahan hidup.
Namun, secara tiba-tiba saja, pada April 2020, dunia berhenti bergerak akibat pandemi Covid-19 yang mengakibatkan banyak negara mengambil kebijakan lockdown. Padahal, setahun sebelumnya, pada 2019, dunia mencatat jumlah wisatawan asing saja sebanyak 1,5 miliar orang, angka tertinggi sepanjang sejarah. Di tahun yang sama, terdapat 275 juta orang yang dapat diklasifikasikan sebagai pekerja migran internasional; ini juga rekor tertinggi sepanjang sejarah. Manusia yang sedang bergerak dengan cepat tiba-tiba dipaksa berhenti secara mendadak.
Kegiatan besar yang menyangkut masalah personal ataupun profesional selalu terkait dengan masalah pergerakan atau mobilitas. Dalam masyarakat selalu terjadi pergerakan orang, barang, uang, dan data, baik secara lokal, nasional, maupun internasional. Berbagai infrastruktur yang dibangun, seperti jalan, jaringan kabel, dan jaringan internet, telah memungkinkan pergerakan manusia, barang, jasa, modal, dan teknologi yang dapat dilakukan dengan lebih murah, cepat, dan masif.
Semua pergerakan ini membuat masyarakat bisa selalu tumbuh dan berkembang. Masyarakat hanya akan dapat berjalan dengan baik jika terjadi pergerakan. Peradaban dapat tumbuh dan berkembang ketika mereka mampu berubah dan bergerak. Jika berhenti bergerak, peradaban itu akan mati.
Dunia saat ini menghadapi persoalan yang tidak mudah. Berbagai persoalan bermunculan secara silih berganti, seperti gejolak politik, krisis ekonomi, disrupsi teknologi, perubahan iklim, ketidakseimbangan demografi, dan pandemi. Selalu terjadi pergerakan, perubahan, dan perpindahan yang berlangsung dengan cepat dan dengan frekuensi yang semakin tinggi pula. Persoalan yang ada semakin rumit dan kompleks yang sulit dicari solusinya dengan cepat.
Berkaca pada pengalaman masa lampau, ketika menghadapi perubahan yang luar biasa, entah akibat faktor alam ataupun manusia, salah satu pilihan solusi yang diambil adalah bergerak dan berpindah. Perpindahan antarmanusia ke tempat baru di masa depan merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari.
Bidang geografi manusia (human geography) menjadi penting untuk diperhatikan kembali saat ini karena hubungan antara manusia dan tempat tinggalnya sudah berubah drastis. Terdapat hubungan yang timpang antara alam (tempat di mana air, energi, dan makanan berada), politik (tempat di mana batas-batas kedaulatan negara ditetapkan), dan ekonomi (tempat di mana infrastruktur dan industri berada). Saat ini, hubungan di antara ketiga faktor tersebut telah berubah dan bertambah kompleks.
Pergerakan dan perubahan biasanya dimulai dan dilakukan oleh kaum muda. Kita terbiasa berpikir bahwa semua orang dalam satu negara memiliki pemikiran yang sama. Namun, kaum milenial dan generasi Z mungkin memiliki nilai-nilai yang berbeda. Mereka tidak lagi berpikir berdasarkan sekat-sekat batas antarnegara dan antarbudaya. Mereka ingin menjadi warga negara global yang memiliki hak untuk tetap terkoneksi dengan semua orang, bisa melakukan mobilitas kapan pun dan ke mana pun yang dimungkinkan, serta hak untuk hidup secara berkelanjutan.
Orang muda yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai selalu siap untuk berpindah dan bergerak ke tempat yang lebih menguntungkan. Dalam dunia digital saat ini, dengan bantuan teknologi yang semakin canggih, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat dengan mudah bergerak dan berpindah ke berbagai tempat di seluruh dunia ini, semakin mudah, murah, dan cepat untuk didapatkan.
Mengapa harus berpindah? Hal ini karena dewasa ini banyak sekali generasi muda yang hidup dalam berbagai ketidakpastian. Mereka secara politik rentan, secara ekonomi tidak cukup kompetitif untuk bersaing, dan bermukim di wilayah yang secara ekologis berbahaya.
Kaum muda itu, ketika mencari solusi atas masalah yang mereka hadapi, sering solusi atau jalan keluar satu-satunya adalah hanya bergerak atau berpindah. Melakukan mobilitas adalah jawaban atas berbagai ketidakpastian yang terjadi di lingkungan asalnya. Berpindah ketika kita tidak bisa bertahan atau ingin berkembang di wilayah yang lain.
Di masa depan, perpindahan yang terjadi akan semakin besar. Fenomena perpindahan ini hanya terhenti untuk sementara waktu karena pandemi. Dalam kondisi perubahan yang sangat cepat dan masif seperti sekarang, kemampuan terbesar agar dapat bertahan dan berkembang adalah kemampuan adaptasi. Dan, dalam banyak hal, beradaptasi terkadang identik dengan kemampuan untuk dapat terus belajar, bergerak, dan berpindah.
Di masa depan, membedakan penduduk tidak lagi berdasarkan suku atau nasionalitas, tetapi berdasarkan kemampuannya untuk memberikan kontribusi yang memadai bagi kemajuan masyarakat. Banyak negara akan saling berebut talenta yang unggul. Orang yang ahli dan sehat akan menjadi rebutan banyak negara.
Sesuatu yang ironis yang terjadi saat ini adalah terjadinya kesenjangan demografi antara negara maju dan negara berkembang. Di banyak negara maju, akibat rendahnya tingkat fertilitas, pertumbuhan jumlah penduduk melambat atau bahkan negatif, tetapi kebutuhan akan tenaga kerja masih banyak.
Di lain pihak, banyak negara berkembang terjadi kelebihan jumlah penduduk dan kekurangan pekerjaan. Ironi terjadi karena banyak negara maju tetap saja berusaha membatasi jumlah imigran yang masuk, walau mereka dalam kondisi kekurangan tenaga kerja, bahkan mengedepankan kebijakan anti-imigran asing. Rendahnya jumlah penduduk yang bisa bekerja akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi terganggu.
Memang telah terjadi banyak konflik di berbagai tempat terkait masalah imigran ini. Dalam hal ini, sebenarnya masalah lebih banyak terjadi dalam tahap asimilasi, bukan migrasi. Sering terjadi, baik pihak lokal maupun migran sulit melakukan asimilasi, masing-masing tetap bersikukuh untuk mempertahankan identitas awalnya masing-masing. Ini yang membuat banyak konflik terjadi dan akibatnya menjadi kerugian bagi kedua belah pihak.
Di negara maju, para imigran membantu melakukan banyak pekerjaan “kasar” yang sudah tidak lagi diminati oleh warga lokal. Waktu dan energi warga lokal bisa digunakan untuk melakukan hal-hal yang lebih produktif, sementara pekerjaan kasar, berat, dan remeh-temeh bisa dilakukan oleh warga imigran.
Banyak kaum muda sekarang yang telah hidup dengan para imigran dalam waktu yang lama. Imigran telah menjadi bagian dari kehidupan keseharian mereka. Makanan, musik, dan film asing telah menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari.
Perubahan iklim yang terjadi saat ini dan di masa depan akan memaksa orang untuk berpindah. Kondisi iklim yang berubah akan memaksa orang berpindah ke tempat yang lebih baik lagi. Hal ini akan membawa umat manusia kembali ke masa nomaden, di mana mereka akan selalu berpindah dan bergerak ke tempat yang bisa ditinggali secara lebih layak. Tidak ada lagi tempat yang permanen, karena yang permanen ternyata hanya perubahan itu sendiri.
Ini akan membuat orang yang kaya akan lebih mudah melakukan perpindahan, sementara yang miskin akan tetap tertinggal. Akan terjadi segregasi baru berdasarkan kemampuannya untuk berpindah.
Terkait dengan adanya perubahan iklim global, di masa mendatang terjadi apa yang dinamakan “climate apartheid”. Terdapat ratusan juta orang yang bergerak akibat perubahan iklim ini, akibat dari naiknya permukaan air laut, banjir, kekeringan, atau bencana alam yang lain, baik di dalam satu negara maupun antarnegara.
Kemajuan teknologi membuat manusia bukan lagi menjadi faktor produksi yang utama. Banyak pekerjaan yang dulu dilakukan oleh manusia telah digantikan oleh mesin. Semakin sedikit input atau peran manusia dalam menghasilkan suatu produk.
Manusia seakan memang ditakdirkan untuk selalu bergerak dan pergerakannya semakin cepat dan masif. Mereka bergerak karena terjadi perubahan besar di lingkungan asalnya atau bergerak untuk membuat perubahan yang baru bagi diri dan kelompoknya.
Intinya, manusia, baik yang hidup di masa lampau, sekarang, maupun di masa mendatang, akan selalu bergerak agar dapat terus berkembang dan bertahan (survive) dalam kehidupan yang semakin berat dan kompleks ini. (*)
Eko Widodo*) Staf Pengajar Program Studi Magister Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan Ilmu Komunikasi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.