EKBIS.CO, JAKARTA -- Mengubah ancaman menjadi peluang. Itulah langkah efektif yang sering dilakukan para pemenang. Seperti halnya bagi Menteri BUMN Erick Thohir, menurutnya disrupsi digital adalah peluang besar bagi Indonesia untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia pada 2045.
Meski di sisi lain gejala disrupsi akan melenyapkan banyak jenis pekerjaan. Pada saat yang sama akan tumbuh jenis pekerjaan baru.
Mereka yang potensial merespon dan mengantisipasi gejala ini adalah kalangan muda. Hal ini diungkapkan Menteri yang rajin turun ke bawah termasuk ke kalangan kampus, sekolah dan pondok pesantren ini.
Pandangan Erick terkait antisipasi hilangnya pekerjaan seiring digitalisasi diungkapkannya pada Kuliah Umum di Universitas PGRI Banyuwangi dan Pondok Pesantren Darussalam, Blokagung, Banyuwangi pekan lalu.
“Sudah menjadi keharusan bagi anak muda Indonesia untuk menekuni teknologi khususnya digital.” kata Erick.
Menurutnya dengan anak muda yang menguasai seluk beluk teknologi digital Indonesia akan semakin mampu bersaing dalam percaturan ekonomi dunia yang baru. Optimisme ini perlu diwujudkan dengan kebijakan nyata Pemerintah dan partisipasi rakyat khususnya kalangan muda untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi digitalnya.
Erick mengingatkan mayoritas penduduk Indonesia berada di usia muda. Menurut hasil survei, penduduk Indonesia didominasi usia produktif (15-64 tahun) dengan jumlah mencapai 191,08 juta jiwa (70,72 persen). Jumlah itu jauh melampaui jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) sebanyak 63,03 juta jiwa (23,33 persen), dan penduduk lanjut usia (65 tahun ke atas) sebanyak 16,07 juta jiwa (5,95 persen).
Meleknya anak muda Indonesia pada digitalisasi akan menjadi kekuatan utama dalam merepons disrupsi teknologi. Anak-anak muda perlu memperbarui kompetensi non-teknis atau soft skill yang bersinergi dengan budaya kerja dan perkembangan teknologi modern.
Sebab, latar belakang pendidikan tidak lagi menjadi satu-satunya kriteria penilaian utama di mata perusahaan. Tiga kompetensi penting di masa depan, yaitu ketahanan diri dan kemampuan mengelola stress (resilience and stress tolerance), memecahkan masalah kompleks (complex problem solving), dan dan pembelajaran aktif (active learning).
Kompetensi tersebut akan saling melengkapi dengan kemampuan anak-anak muda dalam memanfaatkan teknologi digital untuk berbagai keperluan termasuk bisnis dan pendidikan.